Pihak Kepolisian telah menutup kasus ini pada tahun 2020 dengan alasan telah diselesaikan melalui restorative justice sebabnya korban telah dinikahkan dengan seorang dari pelaku.
Pernikahan korban dengan pelaku dinilai Andy tak semestinya menjadi solusi dari kekerasan seksual. Sebab, itu dapat menjadi celah bagi pelaku untuk lari dari tanggung jawab hukum.
"Jadinya impunitas (pembebasan dari hukuman)," katanya pada Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Tanggapan Komnas Perempuan Soal Lesti Kejora Cabut Laporan KDRT
Menurut Andy, dalam kasus rudapaksa atau pemerkosaan, bukan hanya tanggung jawab kehamilan semata yang dituntut tetapi ada pula tanggung jawab atas perbuatan pemerkosaannya.
"Terus siapa yang akan memastikan kalau dia bertanggung jawab?" katanya.
Selain itu, menikahkan paksa juga cenderung menimbulkan terabaikannya hak-hak korban seperti pemulihan fisik dan psikis.
Proses hukum memang semestinya berlanjut dalam kasus ini.
Pernikahan juga tidak bisa dianggap sebagai bagian dari restorative justice dalam kasus rudapaksa.
Restorative justice pun diungkapkan Andy bukan semata-mata untuk mengalihkan pertanggung jawaban hukum.
Semestinya, hanya proses penghukumannya yang berbeda.
"Mungkin ada hal lain yang masih harus dilakukan oleh si pelaku itu supaya dia betul-betul sadar dan memastikan dia tidak mengulanginya," katanya.
Sebagai informasi, kasus ini diawali dari pemerkosaan yang dilakukan empat pegawai Kemenkop terhadap ND pada Desember 2019 di Bogor.
Keempatnya berinisial WH, ZP, ZF, dan NN.