TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal DPP PDI-P, Hasto Kristiyanto, menanggapi soal isu Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menjadi Ketua Umum PDI-P, menggantikan posisi Megawati Soekarnoputri.
Diketahui, akhir-akhir ini berhembus kabar Presiden Jokowi akan menggantikan Megawati hingga muncul tagar #MegaDikudeta di media sosial.
Merespons hal tersebut, Hasto menyebut, isu yang beredar tersebut sebagai provokator politik.
"Ya saya kira itu kan saya katakan provokator politik. Itu yang mau memecah belah," ucap Hasto, dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com, Sabtu (5/11//2022).
Lebih lanjut, Hasto mengatakan, partai politik memiliki aturan dan mekanisme dalam pemilihan ketua umum (ketum).
Hasto menjelaskan, pemilihan Ketum PDIP harus disepakati dan disadari oleh arus bawah partai.
Baca juga: KSP Angkat Bicara Soal Adu Domba: Hubungan Jokowi dan Megawati Seperti Ibu dan Anak
Lantas, Hasto menyinggung Megawati menjadi ketum karena sebagai tokoh pemersatu di PDI-P.
"Dan Bu Mega tidak hanya jadi ikon, jadi pemersatu, tapi beliau lah yang kemudian membangun partai ini dalam situasi yang sangat sulit sehingga kepemimpinan beliau diterima," jelasnya.
Hasto menambahkan, bahwa Megawati selalu terpilih secara aklamasi menjadi ketum PDI-P dalam kongres partai.
Hal ini, menurut Hasto, menunjukkan Presiden kelima RI itu masih diinginkan memimpin PDI-P.
"Bu Mega selalu berada dalam sanubarinya pengurus partai, dimulai dari struktur paling bawah dari akar rumput. Karena kepemimpinan Bu Mega adalah kepemimpinan yang berasal dari akar rumput itu," ucap Hasto d di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (4/11/2022).
Sementara itu, pihak dari Kantor Staf Presiden (KSP) turut angkat bicara terkait adanya kabar dukungan kepada Jokowi untuk menjadi Ketua Umum PDIP.
Istana menyebut, hal tersebut dinilai sebagai upaya adu domba yang merupakan tindakan tidak beretika dan keji.
Bahkan, Tenaga Ahli Utama KSP, Joanes Joko, Jokowi dan Megawati mempunyai hubungan emosional dan ideologis layaknya ibu dan anak.