News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soroti Pernyataan Bamsoet, Qodari Justru Usul Jokowi-Prabowo Lawan Kotak Kosong di Pilpres 2024

Penulis: Chaerul Umam
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Direktur Eksekutif Indo Barometer M Qodari menyoroti pernyataan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo terkait peluang penundaan penyelenggaran Pemilu 2024.

“Kalau saya solusinya adalah Jokowi itu boleh maju untuk periode ketiga dan itu artinya amandemen. Menurut saya itu solusi yang lebih fleksibel,” ujarnya.

Qodari mengatakan, untuk memimpin sebuah negara sebesar Indonesia, maka perlu diberikan kesempatan yang lebih panjang agar mampu menciptakan perubahan besar.

Baca juga: PKPU Tahapan Belum Diketok, Perludem Sebut Wacana Penundaan Pemilu Masih Bisa Digulirkan

Apalagi, Indonesia diramalkan akan menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 4 besar dunia.

“Jadi untuk melakukan perubahan-perubahan yang sangat besar, yang signifikan sesungguhnya kita tidak cukup 5 kali 2 tahun, artinya 10 tahun. Kita membutuhkan waktu yang lebih panjang,” ujarnya.

Qodari membandingkan jabatan seorang presiden yang mengatur negara masih kalah periode masa jabatannya dengan seorang kepala desa yang skalanya jauh lebih kecil.

“Berbicara waktu yang lebih panjang sesungguhnya kita sebagai negara, kita ini sistem politiknya terbolak-balik, kenapa saya sebut bolak-balik, karena kepala desa yang notabe memimpin unit terkecil di pemerintahan sangat kecil itu, masa jabatan kepala desa sudah 3 kali dan setiap satu masa jabatan 6 tahun,” terang Qodari.

Untuk itu, Qodari berpendapat seorang presiden harus diberikan kesempatan waktu menjabat lebih lama. Pasalnya, untuk melakukan perubahan dan meletakan pondasi pembangunan ke depan membutuhkan waktu yang relatif panjang.

“Jadi hemat saya sih paralel bahwa masa jabatan presiden itu 3 kali 6 tahun, jadi 18 tahun. Nah itu baru kemudian kalau memang presiden itu bagus dan kalau bagus pasti diapresiasi rakyat. Maka kemudian punya waktu yang relatif panjang untuk melakukan perubahan dan meletakkan pondasi dan langkah-langkah yang besar untuk melakukan perubahan Indonesia menjadi negara maju,” ucapnya.

Lebih jauh Qodari menjabarkan, penyelenggaraan pemilu harus dilakukan karena menyangkut legitimasi seorang kepala negara yang didapatkan dari rakyat melalui proses pemilu.

“Pertama, tidak menunda pemilu karena legitimasi pemerintahan pada hari ini memang sudah habis pada bulan Oktober tahun 2024 dan legitimasi itu hanya bisa diperbaharui dengan cara pemilihan kembali, pemilu lagi. Karena legitimasi itu berasal dari rakyat dan hanya bisa diberikan kembali oleh rakyat,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Qodari, di luar persoalan Pilpres 2024 juga yang masih membara yaitu terkait dengan polarisasi yang diprediksi lebih ekstrem daripada pemilu sebelum-sebelumnya.

“Kedua, menurut saya sebetulnya di luar persoalan unik Pilpres 2024 yang merupakan eskalasi konflik polarisasi ekstrem polarisasi identitas yang terjadi mulai 2014 sampai Pilkada DKI Jakarta 2017 sampai dengan Pilpres 2019. Sesungguhnya memang wajar dan pantas untuk dipikirkan kembali setelah seperempat abad reformasi kita,” tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini