Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejatinya menggelar sidang pembacaan tuntutan kasus penyelewengan dana donasi korban pesawat jatuh Lion Air JT 610 oleh perusahaan filantropi PT Aksi Cepat Tanggap (ACT) atas terdakwa Ahyudin.
Akan tetapi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) meminta kepada majelis hakim PN Jakarta Selatan untuk menunda agenda tuntutan tersebut.
Alasannya, jaksa menyebut belum memiliki rencana tuntutan (Rentut) yang seharusnya diberikan oleh pihak Kejaksaan Agung (Kejagung).
"Karena ini perkara Kejaksaan Agung (Kejagung), maka kami sebagai penuntut umum harus merencanakan tuntutan perkara tersebut terlebih dahulu. Untuk sampai saat ini rentut dari Kejagung belum turun jadi kami izin untuk menunda tuntutan majelis," kata jaksa dalam persidangan, Selasa (20/12/2022).
Kepada majelis hakim, jaksa meminta untuk sidang ditunda hingga satu pekan ke depan atau digelar pada Selasa, 27 Desember 2022.
Atas hal itu, Metua Majelis Hakim Haryadi meminta jaksa untuk memastikan kesiapan tuntutan itu dibacakan.
"Jadi hari ini belum siap tuntutan pidana dari penuntut umum, dalam waktu satu minggu dipastikan penuntut umum harus siap. Karena kalender sudah kita sepakati," kata Hakim Haryadi.
"Ditunda tuntutan pidana hari selasa tanggal 27 desember 2022, jelas ya, sidang tutup," tegas Hakim Haryadi seraya menutup persidangan.
Dakwaan Jaksa
Eks Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT), Ahyudin didakwa melakukan penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluaga atau ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.
Baca juga: Kaleidoskop 2022: Kasus Penyelewengan Dana ACT, Penetapan Tersangka hingga Penyitaan Aset
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).
Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia.