Alasannya, independensi dan keleluasaan penyidikan yang dibutuhkan dalam kasus ini.
"Ketika ditangani polisi kan istilahnya jeruk makan jeruk. Kalau ditangani KPK mestinya lebih independen dan bisa lebih mendalami dugaan setoran setoran," katanya.
Pada awalnya, KPK sempat disebut-sebut akan menjadi lembaga penegak hukum yang mengusut perkara ini.
Sebab, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menyampaikan akan berkoordinasi dengan lembaga anti-rasuah itu untuk mengusut mafia tambang yang ada di Indonesia.
"Nanti saya akan koordinasi dengan KPK untuk membuka file tentang modus korupsi dan mafia di pertambangan, perikanan, kehutanan, pangan, dan lain-lain," katanya pada Minggu (6/11/2022) saat merespons isu mafia tambang ilegal dari video Ismail Bolong.
KPK pun sudah menyatakan siap membantu sang Menko Polhukam dalam mengungkap praktik mafia tambang.
"Menanggapi pernyataan Menkopolhukam Bapak Mahfud MD, terkait rencananya menggandeng KPK dalam mengungkap perkara mafia tambang di Indonesia, kami tentu menyambutnya dengan baik," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri pada Selasa (8/11/2022).
Namun kemudian, Ismail Bolong ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Bareskrim Polri.
"Perlu kita sampaikan IB (Ismail Bolong) sudah resmi jadi tersangka dan secara ini juga kami menyampaikan pak IB sudah resmi ditahan," kata pengacara Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan pada Rabu (7/12/2022).
Penetapan tersangka sekaligus penahanan itu dilakukan penyidik Dittipidter Bareskrim Polri setelah dilakukan pemeriksaan terhadap Ismail Bolong.
Peran Ismail Bolong Cs
Terungkap peran tiga tersangka kasus tambang ilegal di Kaltim.
Ismail Bolong mantan anggota Satuan Intel dan Keamanan Polres Samarinda berperan mengatur kegiatan penambangan.
Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah mengatakan kegiatan tambang ilegal yang dijalani oleh ketiga tersangka telah berlangsung sejak awal November 2021.
Adapun lokasinya bertempat di Terminal Khusus PT Makaramma Timur Energi (MTE) yang terletak di Kalimantan Timur.
"Lokasi penambangan dan penyimpanan batu bara ini hasil penambangan ilegal, yang juga termasuk dalam Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara (PKP2B) PT SB," kata Nurul.
Baca juga: Gali Bukti Kasus Tambang Ilegal Ismail Bolong, Polri Siap Gandeng KPK dan PPATK
Lebih lanjut, Nurul mengungkapkan, peran masing-masing ketiga orang tersebut yang telah ditetapkan tersangka dalam kasus ini.
Pertama, tersangka BP sebagai kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional penambangan batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan sampai penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Kemudian, tersangka RP merupakan kuasa direktur PT EMP yang berperan mengatur operasional batu bara dari mulai kegiatan penambangan, pengangkutan dan penguatan dalam rangka dijual dengan atas nama PT EMP.
Selanjutnya, tersangka IB atau Ismail Bolong berperan mengatur rangkaian kegiatan penambangan ilegal pada lingkungan PKP2B perusahaan lain.
"Selain itu, IB menjabat sebagai komisaris PT EMP yang tidak memiliki izin usaha penambangan untuk melakukan Kegiatan penambangan," ujarnya.
Ismail Bolong Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
Adapun penyidik Dittipidter Bareskrim Polri menjerat Ismail Bolong dengan Pasal 158, Pasal 159 dan Pasal 161 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.
Saat ini Ismail Bolong sudah ditahan selama 20 hari pertama sejak Rabu (7/12/2022), untuk kepentingan penyidikan kasus dugaan tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Ismail Bolong Diperiksa 13 Jam dan Dicecar 62 Pertanyaan
Pengacara Ismail Bolong, Johannes L Tobing menyatakan kliennya ditetapkan tersangka setelah menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri selama lebih dari 13 jam yang dimulai Selasa (6/12/2022) hingga Rabu dini hari (7/12/2022).
"Pak IB diperiksa selama 13 jam itu ada 62 pertanyaan. Pak IB sudah resmi jadi tersangka dan ditahan per kemarin (Rabu, 7/12/2022), jam 1.45 WIB," ujar Johannes.
Johanes mempertanyakan soal penetapan tersangka kliennya karena baru diperiksa sebanyak satu kali.
Johannes menyebut penyidik beralasan jika sebelum melakukan pemeriksaan, penyidik sudah melakukan gelar perkara terkait kasus tersebut.
"Memang tentu ada keberatan kami bahwa proses dalam jadi tersangka itu sudah gelar resmi bahwa sekali dua kali dipanggil tentu kan harus diperiksa menurut mereka sudah digelar saya tanya ini kan masih diperiksa kenapa kok sudah jadi tersangka," ucapnya.
"Mereka sampikan bahwa sudah digelar perkara ketika saya juga mempersoalkan itu mereka bilang ini adalah kewenangan dari penyidik. Ketika dititik itu yasudah," sambungnya.
Ismail Bolong Bantah Beri Suap ke Kabareskrim Polri
Ismail Bolong membantah pernah bertemu Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto terkait kasus tambang batu bara ilegal di Kalimantan Timur.
"Beliau menyampaikan bahwa sejak menjadi anggota sampai berhenti di bulan Juli kemarin, Pak Ismail Bolong itu tidak pernah bertemu dengan Kabareskrim jadi tolong di catat. Kalau dikenal secara pribadi ya kenal karena pimpinan sebagai pimpinan di Bareskrim," kata kuasa hukum Ismail Bolong, Johannes Tobing kepada wartawan di Bareskrim Polri, Jakarta, Rabu (7/12/2022).
Johannes juga membantah terkait tudingan jika kliennya memberi suap kepada Komjen Agus untuk melancarkan bisnisnya tersebut.
"Jadi bahwa pak Ismail Bolong menyampaikan dengan sesungguh-sungguhnya tidak pernah menjanjikan sesuatu yang diberikan kepada siapapun itu," ucapnya.
"Jadi jangan jadinya bertemu apalagi katanya sampai menjanjikan sesuatu itu tidak benar," sambungnya.
Johannes L Tobing menegaskan kliennya ditetapkan tersangka kasus perizinan tambang dan bukan sebagai terduga pelaku suap terhadap Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Johannes menegaskan pemanggilan kliennya sebagai saksi terkait dugaan tambang ilegal bukan terkait setoran atau gratifikasi atau suap kepada petinggi Polri.
"Jadi tidak ada mengenai suap, tidak ada. Jadi saya clear-kan, tidak ada pak Ismail Bolong ditangkap karena katanya memberikan suap kepada petinggi Polri, itu tidak ada loh," ujar Johannes di Gedung Bareskrim Polri, Rabu (7/12/2022).
Setelah Kabareskrim, Giliran Kubu Ismail Bolong yang Tantang Ferdy Sambo, Ada Apa ?
Tersangka kasus tambang batu bara ilegal, Ismail Bolong sempat disebut memberikan suap kepada petinggi Polri termasuk ke Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Hal ini juga dikonfirmasi oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo.
Terkait itu, Pengacara Ismail Bolong yakni Johannes Tobing membantah soal tudingan tersebut.
Dia bahkan menantang Ferdy Sambo untuk membuktikan soal hal tersebut.
"Jadi kalau Ferdy Sambo yang bicara berarti harus Ferdy Sambo yang membuktikan. Kalau kita lawyer (pengacara) ini. Siapa dia yang mendalilkan, harus dia membuktikan, terus nanti dia kalau bohong gimana, kalau dia prank gimana," kata Johannes saat dikonfirmasi, Sabtu (10/12/2022).
Johannes mengungkapkan pernyataan Ferdy Sambo itu bisa tercermin dalam keterangannya dipersidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
"Lihatin saja, kan bisa nilai itu persidangannya asli atau tidak, benar atau tidak, bohong atau tidak," ucapnya.
Johannes kembali menegaskan jika kliennya itu ditetapkan sebagai tersangka hanya terkait kasus tambang ilegal.
"Kita kan penasihat hukum, harus membawa bukti. Kalau katanya-katanya terus bagaimana cara membuktikan itu kalau katanya-katanya," ujar Johannes.
Heboh Pengakuan Ismail Bolong
Sebelumnya, heboh di ruang publik, Ismail Bolong melalui video mengaku menyetor uang sebesar Rp 6 miliar kepada Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Uang tersebut disetorkan Ismail Bolong karena dirinya telah melakukan kegiatan penambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur pada Juli 2020 hingga November 2021
“Terkait adanya penambangan batu bara di wilayah Kalimantan Timur, bahwa benar saya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin,” kata Ismail.
“Dan kegiatan tersebut tidak dilengkapi surat izin di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar, wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai dengan bulan November 2021.”
Ismail mengatakan, kegiatan pengepulan batu bara ilegal dilakukannya atas inisiatif pribadi, bukan perintah dari pimpinan.
Diduga saat itu, Ismail masih menjadi anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim.
“Oleh karena itu, saya menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas tindakan yang saya lakukan,” ujarnya.
Dari pengepulan dan penjualan batu bara illegal tersebut, Ismail Bolong mengaku memperoleh keuntungan sekitar Rp5 miliar sampai Rp10 miliar setiap bulan.
Baca juga: Tersangka, Ismail Bolong Dijerat 3 Pasal, Terancam 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 100 Miliar
Meski mengatakan perbuatannya dilakukan tanpa sepengetahuan pimpinan, Ismail mengaku telah berkoordinasi terkait kegiatan tersebut dengan seorang perwira petinggi Polri dan telah memberikan uang sebanyak tiga kali, dengan total Rp 6 miliar.
“Terkait kegiatan yang saya laksanakan, saya sudah berkoordinasi dengan Kabareskrim, yaitu ke Bapak Komjen Pol Agus Andrianto dengan memberikan uang sebanyak tiga kali,” ujarnya.
“Yaitu pada bulan September 2021 sebesar Rp2 miliar, bulan Oktober 2021 sebesar Rp2 miliar, dan bulan November 2021 sebesar Rp2 miliar.”
Setelah viral, Ismail Bolong sempat mengklarifikasi videonya itu.
Dia mengaku tak kenal Kabareskrim, tak pernah menyetor uang ke Kabareskrim dan pengakuan itu dibuat karena ada intimidasi dari Hendra Kurnaiwan. (tribun network/thf/Tribunnews.com)