Senada dengan itu, Ketum PMKRI Tri Natalia Urada berpandangan politik identitas dibahas ketika mendekati pemilu.
Pembahasan politik identitas jadi momentum, namun harusnya bisa diantasipasi jauh sebelum Pemilu dibicarakan, tidak hanya menunggu jelang Pemilu.
“Belum ada cukup ruang-ruang perjumpaan lintas iman. Kita di PMKRI dan juga dengan yang lain, perlu program yang bagus ke depan dengan menghadirkan perjumpaan lintas iman. Kalau ada perjumpaan lintas agama di gereja, mesjid dll., maka stigma negatif itu (politik identitas) akan terkonfirmasi,” ujar perempuan asal Kalbar ini.
Ketum LMND Muhammad Asrul menegaskan bahwa identitas memang melekat ke diri, hubungan sosial dan kemanusiaan. Menurutnya, sekarang menguat politik identitas dan konservatisme agama.
“Politik seharusnya bersama menegakkan keadilan. Politik identitas ini harus dilihat sebagai tantangan bagi kelompok nasionalis dan kelompok progresif. Harus bisa menyelesaikan masalah di akar rumput. Hari ini jomplang sekali ketimpangan sosial yang bisa memunculkan politik identitas,” katanya.
Wiryawan Ketum HIKMAHBUDHI, menyampaikan bahwa saat ini sudah bukan saatnya lagi hanya sekedar mengantisipasi, tetapi harus ada tindakan tegas terhadap siapapun yang menggunakan politik identitas secara terang-terangan untuk kepentingan politik.
“Antisipasi sudah selalu kita lakukan selama ini, yang penting lagi adalah harus ada tindakan tegas bagi yang menggunakan politik identitas secara terang-terangan jelang Pemilu ini,” ujar Wiryawan.
Sementara Ketum KAMMI Zaky Ahmad Rivai mengungkapkan bagaimana perbedaan seharusnya tidak menjadi perpecahan. Kita sudah punya Bhinneka Tunggal Ika.
Pendidikan dan infrastruktur maju umumnya di Jawa.
Politik identitas dari grass root. Kalau dari agama ada pembelahan. Persoalan sekarang bukan hanya kesejahteraan tapi pendidikan.
“Saya juga akhirnya bisa toleran, karena pendidikan dan aktif berdiskusi dengan ormas kepemudaan. Untuk menghindari politik identitas bagaimana kita harus sejahterakan rakyat dan cerdaskan bangsa,” katanya.
Ketum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengungkapkan menyongsong Pemilu 2024 penting medsos harus dipenuhi narasi positif dan konstruktif. Kalau kita ini sudah clear. Menurutnya, pemilu dengan sistem suara terbanyak, menjadikan politik dengan hanya ukuran kuantitas, maka orang cenderung menggunakan instrumen politik identitas seperti itu.
“Kalau kembali demokrasi Pancasila harus clear, masalahnya sekarang sistem demokrasi liberal ini. Menarik yang digunakan teman-teman Cipayung Plus dengan Rumah Kebangsaannya, kita ormas pemuda juga penting mengadakan acara-acara lintas iman. Memang kita ini masih perlu perbaikan tapi sedang menuju ke sana,” ungkapnya
Menanggapi hal itu, Ketua Umum TMP Maruarar Sirait mengungkapkan kebanggaan kepada para bibit muda bangsa, para Ketum Cipayung Plus, calon pemimpin Indonesia masa depan.
“Adik-adik ini semua, calon pemimpin bangsa ke depan. Kalian semua memiliki sikap bersahabat, toleran, cerdas, berkarakter, memiliki integritas dan mengusung semangat kebangsaan serta kebersamaan,” ucapnya.