Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi undang-undang (UU) pada Selasa (6/12/2022).
Hal itu diputuskan dalam Rapat Paripurna ke-11 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2022-2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.
Konon, beleid hukum pidana terbaru tersebut akan menggantikan KUHP yang merupakan warisan kolonialisme Belanda di Indonesia.
Baca juga: KUHP Baru Tertinggal Dua Abad
Lika-liku Perjalanan RKUHP
Dari berbagai sumber yang dihimpun Tribunnews.com, KUHP disebut warisan kolonial Hindia Belanda dengan nama resmi Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvSNI).
WvSNI diberlakukan Indonesia pertama kali pada 1 Januari 1918 berdasarkan asas korkondasi dengan koninklijk besluit Nomor 33 tanggal 15 Oktober 1915.
Namun, dalam WvSNI tersebut beberapa pasal disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda atas wilayah jajahan.
Setelah kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengganti sebutan WvSNI menjadi KUHP pada 1946.
Upaya memperbarui KUHP sudah mulai muncul sejak berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional pada 1958.
Selain itu, pada 1963 desakan untuk membuat KUHP Nasional yang baru dibahas dalam Seminar Hukum Nasional I.
Alhasil, sejak 1970 pemerintah pun mulai merancang RKUHP untuk mengganti KUHP yang berlaku saat ini.
Setelahnya, dibentuklah sebuah tim perumus RKUHP yang diketuai pakar hukum Universitas Diponegoro, Prof. Soedarto bersama sejumlah pakar hukum terkemuka Indonesia.
Beberapa pakar tersebut, seperti Prof. Roeslan Saleh, Prof. Moeljanto, Prof. Satochid Kartanegara, Prof Oemar Seno Adji, Prof. Andi Zainal Abidin, dan Prof. Barda Nawawi Arief, dan J.E. Sahetapy.