Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Minimnya akses bagi penyandang disabilitas masih menjadi persoalan utama yang harus segera diselesaikan pemangku kepentingan, di pusat maupun daerah dalam merealisasikan hak-hak penyandang disabilitas.
"Diperlukan political will yang kuat dari dari para pemangku kepentingan di tingkat pusat maupun daerah untuk merealisasikan hak-hak para penyandang disabilitas," kata aktivis hak penyandang disabilitas, Sunarman dalam diskusi bertajuk 'Sudah Saatnya Difable Menjadi Warga Kelas Satu' di DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Kamis (19/1/2023).
Pria yang selama 5 tahun tergabung dalam Kantor Staf Presiden (KSP) berujar, masih ada tiga tantangan utama yang harus dihadapi dalam memajukan hak penyandang disabilitas, yakni; hambatan sosial budaya yang mempengaruhi pola pikir terhadap kaum disabilitas, hambatan fisik dan geografis dalam pemberian pelayanan, dan ketidaktersediaan data tunggal yang komprehensif dan terpilah tentang penyandang disabilitas.
"Ketiganya masih menjadi kendala utama," ujar Sunarman.
Menurut Sunarman, pemerintah telah memberikan jaminan kesetaraan hak bagi penyandang disabilitas.
Hal tersebut, ungkap dia, tertuang dalam UUD 1945, yang memberikan jaminan persamaan hak bagi setiap warga negara di berbagai aspek kehidupan, antaralain meliputi bidang kesehatan, pendidikan, pekerjaan, sosial, agama, dan politik. Mengingat penyandang disabilitas adalah bagian dari warga negara Indonesia.
"Pengakuan hak ini tentunya juga berlaku bagi penyandang disabilitas. Sayangnya, minimnya akses penyandang disabilitas terhadap pelayanan kesehatan serta ketersediaan Jamkes (jaminan kesehatan) masih terlihat jelas," ucapnya.
Padahal, kata dia, dari 28 juta penyandang disabilitas di Indonesia, 31 persenatau 8,6 juta orang belum memiliki Jamkes.
Kemudian mereka merupakan kelompok rentan yang paling membutuhkan pelayanan kesehatan karena kekhususannya dalam mendapatkan pelayanan rutin
"Dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menggunakan pendekatan sosial dan HAM tertulis jelas bahwa penyandang disabilitas dipandang sebagai bagian dari keberagaman yang memiliki hakasasi yang sama dan setara dengan individu lainnya. Dengan konsep baru ini, kerangka hukum di Indonesia tidak lagi menganggap penyandang disabilitas sebagai individu yang sakit dan tidak mampu," ujarnya.
Sementara itu, pendiri Outsider Art Shop Jakarta, yang memberdayakan difabel dan autis melalui media seni, Timotius Toto Suwarsito mengapresiasi diskusi yang diadakan DPP PKB.
Menurutnya, PKB menjadi partai pertama yang memiliki kepedulian terhadap kaum disabilitas.
Baca juga: Jokowi Dorong RUU PPRT, PKB Yakin Tahun Ini Disahkan
"Kesabaran serta strategi menjadi kunci keberhasilan dalam mendidik anak luar biasa tersebut," ujarnya.
Guru melukis khusus anak-anak penyandang autisme dan difabel itu beruntung sudah menemukan metode manjur untuk mengenal potensi yang ada dalam diri murid-muridnya.
"Dari keahlian itu saya kasih pekerjaan mereka untuk membuat karya seni. Sambil saya lihat di mana dia paling terasa sangat ringan, sangat bahagia, dan happy bisa menyelesaikannya dengan sangat bagus," katanya.
Sementara itu, Jubir Milienial Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Didiet M Fitrah mejelaskan bahwa diskusi ini merupakan inisiasi Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar atau Gus Muhaimin dalam gerakan #saatnyaberaksi.
"Gerakan ini dilucurkan sebagai upaya memberikan ruang pada anak muda, orang-orang inspiratif, dan local hero yang telah memberikan tenaga dan pikiran untuk kemanusiaan bersama PKB memastikan Indonesia yang lebih terbuka kepada rakyat.
"PKB memberikan ruang bagi semua kalangan untuk sama-sama, bergotong royong untuk berkreasi. Berjuang bersama memastikan Indonesia lebih terbuka," tandasnya.