Dalam video itu, diduga Hakim Wahyu cerita soal kasus yang ditanganinya dengan terdakwa Ferdy Sambo kepada seorang wanita.
Video diunggah oleh akun TikTok @pencerahkasus.
Terlihat ada seorang pria diduga Hakim Wahyu memakai baju batik lengan panjang hitam, celana abu-abu dan sepatu hitam sedang duduk di sofa warna putih gading.
Tampak, diduga Hakim Wahyu sedang menerima telepon.
Setelah selesai berbincang melalui telepon, pria yang diduga Hakim Wahyu itu langsung melanjutkan diskusi dengan seorang wanita yang ada di dekatnya.
Namun, belum diketahui siapa wanita yang jadi teman diskusi diduga Hakim Wahyu tersebut.
"Bukan, masalahnya dia enggak masuk akal banget dia nembak pakai pistol Josua. Tapi enggak apa-apa, sah-sah saja."
"Saya enggak akan pressure dia harus ngaku, saya enggak butuh pengakuan,” kata pria yang diduga Hakim Wahyu dikutip dari video pada Selasa (3/1/2023).
Kemudian, wanita yang menemani pria diduga Hakim Wahyu itu langsung menimpali curhatan soal perkara pembunuhan berencana dengan terdakwa Ferdy Sambo.
“Betul, ah Mas Wahyu bilang gitu. Saya tidak butuh pengakuan. Betul, betul,” kata wanita misterius itu.
Lalu, pria yang diduga Hakim Wahyu itu melanjutkan obrolannya bahwa majelis hakim yang menangani perkara tersebut tak butuh pengakuan dari Ferdy Sambo.
"Saya enggak butuh pengakuan. Kita bisa menilai sendiri. Silakan saja saya bilang mau buat kaya gitu."
"Kemarin tuh sebenernya mulut saya sudah gatel, tapi saya diemin aja,” lanjut pria diduga Hakim Wahyu disambut tertawa wanita tersebut.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membenarkan video Wahyu Imam Santoso, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan wanita yang beredar di media sosial.
Sebab, Wahyu sudah diklarifikasi terkait video yang menjadi sorotan publik itu.
Dalam video yang beredar, pria diduga Hakim Wahyu sedang bahas kasus Ferdy Sambo dengan seorang wanita misterius.
Begitu diklarifikasi, Hakim Wahyu menyebut apa yang disampaikan kepada wanita misterius itu hanya normatif terkait ancaman hukuman kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Silakan dibaca release itu. Bahwa video ini hanyalah potongan atau editan yang ternyata setelah kami klarifikasi kepada beliau, telah tidak secara utuh menampilkan pernyataan,” kata Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto pada Jumat (6/1/2023).
Dalam pernyataan sebenarnya, kata Djuyamto, Hakim Wahyu hanya berbicara secara normatif yaitu terkait ancaman pidana pada pembunuhan berencana adalah pidana mati, seumur hidup maupun 20 tahun penjara.
“Narasi ataupun caption dalam tayangan video TikTok tersebut yang menyebutkan adanya pembocoran atau pengaturan putusan adalah sangat menyesatkan, karena persidangan perkara dimaksud masih tahap pembuktian. Sehingga, majelis hakim sama sekali belum membahas soal putusan,” ujarnya.
Diketahui, video diduga Hakim Wahyu sedang berobat ke dokter itu diunggah oleh akun instagram wanita bernama @dewinta231.
Namun, akun instagram itu saat ini terkunci.
Kemudian, akun TikTok @pencerahkasus juga mengunggah video diduga Hakim Wahyu lagi curhat kasus Ferdy Sambo ke wanita misterius.
Mahfud MD Sebut Ada Gerakan Bawah Tanah Ingin Vonis Ferdy Sambo Ringan
Seorang jenderal polisi bintang satu disebut-sebut menginginkan vonis ringan pada terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat (Brigadir J), Ferdy Sambo.
Hal itu dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD.
Pihaknya mengatakan Brigadir Jenderal (Brigjen) tersebut diduga melakukan 'gerakan bawah tanah'.
Bahkan, diduga menginginkan Ferdy Sambo bebas dari jerat hukum.
Kini sosok Brigjen yang dikatakan Mahfud MD tersebut menjadi pertanyaan.
Mahfud MD menyebut Brigjen tersebut ingin mengintervensi putusan atau vonis terdakwa Ferdy Sambo.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta memesan putusan Ferdy Sambo itu agar dengan huruf, tapi ada juga yang minta dengan angka."
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Ferdy Sambo dibebaskan dan ada yang ingin Sambo dihukum," kata Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: Tuntutan 12 Tahun Bharada E Trending di Twitter, Mahfud MD: Kawal Terus
Namun, Mahfud MD menjamin Kejaksaan Agung tetap independen dan tak akan terpengaruh akan adanya intervensi dan gerakan-gerakan semacam itu.
Menurut Mahfud, hal itu sangat mungkin terjadi, terlebih pada kasus Ferdy Sambo yang banyak menarik perhatian orang.
Informasi soal Brigjen yang Dimaksud
Mahfud MD mengatakan Brigjen itu mendekati sejumlah pihak untuk diduga melakukan intervensi vonis, dan tujuannya agar Sambo dibebaskan.
Ia pun meminta pihak yang mengetahui siapa sosok aparat hukum berpangkat Brigjen yang dimaksud, agar memberi informasi pada dirinya.
"Saya bilang Brigjennya siapa, suruh sebut ke saya, nanti di sini saya punya Mayjen banyak kok."
"Kalau ada yang bilang dia seorang Mayjen yang mau menekan pengadilan atau Kejaksaan, di sini saya punya Letjen, jadi pokoknya (Kejaksaan) independen," jelas Mahfud.
Ferdy Sambo Dituntut Hukuman Penjara Seumur Hidup
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengatakan Ferdy Sambo dituntut hukuman penjara seumur hidup.
Sidang tuntutan dilakukan di PN Jakarta Selatan, Selasa (17/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana seumur hidup," kata JPU dalam persidangan.
Ferdy Sambo dikatakan JPU telah melakukan pembunuhan berencana terhadap eks ajudannya, Brigadir J.
Mendengar hal tersebut Ferdy Sambo langsung tertunduk.
Dua Strategi Perlawanan Ferdy Sambo Versi Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Poltekip
Awalnya saya melihat FS (Ferdy Sambo) ini terkesan tidak akan melakukan perlawanan ekstra.
Ala kadarnya saja.
Tapi kemudian secara sistematis dia kembangkan dua strategi perlawanan utama.
Pertama, atribusi ekternal.
Yaitu menyalahkan Yosua sebagai biang kerok yang sesungguhnya, yang kemudian dibalas FS dengan melakukan (dakwaan) pembunuhan berencana.
Kedua, ironi viktimisasi.
Yakni, FS dan PC geser posisi mereka bahwa mereka sejatinya adalah korban, korban yang melakukan pembelaan diri.
Heroik, ya.
Tapi seiring perjalanan waktu, FS tampaknya sadar bahwa dua strategi di atas akan patah dengan sendirinya karena klaim tentang pemerkosaan tidak akan pernah menjadi fakta hukum.
Justru sebaliknya dua strategi di atas malah seolah memasok alasan kepada hakim untuk memberatkan hukuman sekiranya FS nanti divonis bersalah.
Mutakhir dikembangkan strategi ketiga.
Yaitu diffusion of responsibility.
Artinya, FS menolak bertanggung jawab sendirian karena toh ada Eliezer di situ.
Sebaliknya, FS seakan siap bertanggung jawab asalkan Eliezer juga dikenakan tanggung jawab yang setara. Tiji tibeh.
Mati bareng.
Ini strategi yang "lebih baik" karena Eliezer masih ada sehingga memungkinkan bagi dilakukannya pengujian di ruang sidang.
Berlanjut sekarang FS juga berperkara di PTUN. Kelak, saya perkirakan, FS juga akan mengajukan banding, kasasi, dan peninjauan kembali.
Sepintas, lewat semua itu, FS terkesan sebagai sosok yang gigih.
Tapi FS semestinya waspada bahkan khawatir bahwa total attacking football yang kini dia mainkan justru bisa berdampak kontraproduktif.
Pertama, hakim akan memahami serangkaian manuver FS itu sebagai cerminan seorang terdakwa yang tidak menyesali perbuatannya.
Ini, sekali lagi, menyediakan justifikasi bagi hakim untuk memperberat sanksi pidana jika FS divonis bersalah.
Kedua, manuver hukum FS dapat menginspirasi para mantan bawahannya yang tersangkut obstruction of justice.
Konkretnya, bisa saja mereka nantinya mengajukan gugatan ganti rugi kepada FS.
Ganti rugi karena FS dianggap telah merusak bahkan menghancurkan karir mereka selaku personel polisi. Jadi, inilah cara para mantan anak buah FS menghukum langsung bekas atasan mereka.
Bayangkan, betapa besarnya ganti rugi yang harus FS gelontorkan apabila gugatan perdata dari sekian banyak eks bawahannya itu dikabulkan hakim.
Baca juga: Tanggapi Kesimpulan Jaksa, Reza Indragiri: Ferdy Sambo, Laporkan Perselingkuhan Istri Anda ke Polisi
Sisi lain, saya teringat perkataan tokoh psikologi Alfred Adler.
Bahwa di balik perilaku yang tampak superperkasa justru ada kerapuhan luar biasa.
Jadi, saya mencoba berempati.
Tidak tertutup kemungkinan, walau terlihat pantang menyerah dengan melakukan perlawanan total, FS ini sedang sangat tertekan batinnya.
Dengan asumsi seperti itu, saya ingin mewanti-wanti teman-teman di Kepolisian agar menjaga FS sebaik-baiknya. Jangan sampai dia melakukan tindakan fatal terhadap dirinya sendiri.
Jangan lupa, berdasarkan penelitian prevalensi orang yang mengakhiri hidup sendiri atau bunuh diri secara persentase di kepolisian lebih tinggi dibanding masyarakat umum. (tribun network/thf/Tribunnews.com)