News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kontroversi ACT

Divonis Hari Ini, Berikut Perjalanan Kasus Petinggi ACT yang Didakwa Gelapkan Donasi Ratusan Miliar

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar (kiri), logo ACT (tengah), Mantan Presiden yang juga founder ACT Ahyudin (kanan). Mereka akan divonis pada hari ini.

Ia menuturkan bahwa penyidik menahan keempat tersangka karena dikhawatirkan menghilangkan barang bukti.

Hal itu terbukti dugaan adanya sejumlah dokumen yang hilang di kantor ACT.

"Penyidik mengkhawatirkan adanya barang bukti yang dihilangkan. Karena terbukti minggu lalu kami melaksanakan geledah di kantornya ACT ada beberapa dokumen yang sudah dipindahkan dari kantor tersebut," ungkap dia.

Dituntut 4 tahun penjara

Tiga petinggi yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) dituntut empat tahun penjara terkait perkara penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610.

Diketahui, ketiga terdakwa itu adalah eks Presiden ACT Ahyudin; Presiden ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar dan Dewan Pembina ACT Heriyana Hermain.

"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa selama empat tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan amar tuntutan, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (27/12).

Dakwaan jaksa

Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU), Ahyudin melakukan penggelapan dana donasi itu bersama Presiden ACT, Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain selaku Dewan Pembina ACT.

"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu," kata Jaksa di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11/2022).

Jaksa menyebut perkara ini bermula pada tanggal 29 Oktober 2018, maskapai Lion Air dengan nomor penerbangan 610, dengan pesawat Boeing 737 Max 8, telah jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno Hatta Jakarta, Indonesia. 

Kejadian tersebut mengakibatkan 189 penumpang dan kru meninggal dunia. 

"Atas peristiwa tersebut Boeing menyediakan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) untuk memberikan bantuan finansial yang diterima langsung oleh para keluarga (ahli waris) dari para korban kecelakaan Lion Air 610," ucap Jaksa.

"Selain itu Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25.000.000 sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan," sambungnya.

Namun, uang donasi BCIF tersebut tidak langsung diterima oleh ahli waris, namun diterima oleh organisasi amal, atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban.

ACT, sebagai pihak ketiga mengaku ditunjuk langsung oleh Boeing untuk menjadi lembaga pengelola dana donasi BCIF tersebut

Dalam perjalanannya, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial BCIF sebesar USD 144.500 atau senilai Rp2 miliar per ahli waris dengan total dana sekitar Rp138 miliar dari Boeing.

Namun, uang donasi BCIF tersebut digunakan oleh terdakwa Ahyudin bersama Ibnu Khajar dan Hariyana Hermain sebesar Rp117 miliar bukan untuk peruntukannya.

"Telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997,diluar dari peruntukannya yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak Perusahaan Boeing sendiri," ucap Jaksa.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini