Teddy merupakan terdakwa ketujuh yang disidang dalam kasus jual beli sabu ini.
Enam terdakwa telah menjalani sidang lebih dahulu pada Rabu (1/2/2023).
Mereka antara lain AKBP Doddy Prawiranegara, Kompol Kasranto, Aiptu Janto P Situmorang, Linda Pujiastuti, Muhammad Nasir, dan Syamsul Maarif. Atas perbuatannya, baik Teddy maupun Dody sama-sama didakwa dengan Pasal 114 ayat (2) atau Pasal 112 ayat (2) UU Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap dakwaan jaksa ini, kuasa hukum Teddy Minahasa, Hotman Paris membantah dakwaan jaksa dan menyebutnya prematur.
Ia menyebut dalam kasus ini kliennya sebenarnya hanya untuk menjebak Linda.
Bukan perdagangan sabu bagaimana dakwaan jaksa. Hotman mengatakan kliennya punya SK khusus untuk menangkap gembong-gembong narkoba.
Salah satunya ialah Linda.
"Jadi gini, sebelum jadi Kapolda, Teddy Minahasa ini sampai bisa berbulan-bulan di tengah laut, bahkan ada SK dari Kapolri di mana dia adalah salah satu tugasnya adalah untuk menangkap gembong-gembong narkoba saat itu," terang Hotman di PN Jakarta
Barat, Kamis (2/2).
"Itu ada SK-nya, ya, dan salah satu pemainnya adalah Linda ini, gitu ceritanya, tuh," ungkapnya.
Hotman juga mempersoalkan saksi-saksi kunci yang belum seluruhnya diperiksa pada tingkat penyidikan.
Sehingga, tidak ada bukti yang memperkuat bahwa apakah benar
narkoba yang diganti dan dimusnahkan itu adalah tawas sebagaimana dalam dakwaan pihak jaksa.
Kata Hotman, semua saksi kunci yang hadir dalam pemusnahan barang bukti sitaan di Polres Bukit Tinggi itu tidak ada yang diperiksa.
Bukti yang menjadi dasar penyidik dan penuntut umum hanyalah pesan WhatsApp antara Dody dan Teddy yang di dalamnya terdapat perintah mengganti sabu dengan tawas.
Karena kebenaran soal barang yang dimusnahkan tidak bisa dibuktikan, maka pihak Teddy meminta majelis hakim menolak dakwaan jaksa.
"Makanya majelis hakim, kami memohon bahwa berkas perkara ini belum lengkap penyelidikan belum maksimum, saksi-saksi kunci tidak diperiksa," kata Hotman dalam pembacaan eksepsi di PN Jakarta Barat, Kamis (2/2/2023).
"Mohon dinyatakan agar tidak dapat diterima," ungkap Hotman.
Selain itu, Hotman juga mempermasalahkan soal persidangan digelar di Pemngadilan Negeri Jakarta Barat.
Sebab locus delicti peristiwa tersebut ada di Sumatera Barat, atau setidaknya di Bukit Tinggi.(tribun network/aci/dod)