Lalu, Mahfud juga pernah menerima informasi intelejen dari Baintelkam Polri soal adanya gerakan massa di Papua buntut penangkapan Lucas Enembe. Lalu, dia pun langsung menindaklanjuti informasi tersebut.
"Kita tahu dari Baintelkam Polri, "Itu gimana di Papua?" "Pak nasinya cateringnya setiap hari turun. Itu sudah ndak ada kekuatannya." Itu kan intel, masa enggak boleh," jelas Mahfud.
Karena itu, Mahfud menyatakan informasi intelejen merupakan hal yang biasa diterima oleh penegak hukum. Sebaliknya, Mahfud meminta para anggota DPR RI untuk tidak menggeretak dirinya lantaran bisa masuk ke dalam perintangan proses hukum.
Baca juga: Minta Singkirkan Sikap Saling Tuding, Mahfud MD: Pemerintah dan DPR Itu Sejajar
"Jangan gertak-gertak. Saya juga bisa gertak juga, bisa dihukum halang-galangi penyidikan hukum. Dan ini sudah ada yang dihukum 7,5 tahun, Fredrich Yunadi, ya kerja kayak saudara itu, orang mau mengungkap, dihantam," jelas dia.
"Saya bisa. Masih ada itu. Sama saudara kan dengan Fredrich, melindungi SN (Setya Novanto, Red) kan. Ndak boleh di ini. Lalu laporkan orang sembarang semua orang dilaporin sama dia. Kita bilang ke KPK itu menghalang-halangi penyidikan, tangkap. Jadi jangan main ancam-ancam, kita ini sama," sambung dia.
Di sisi lain, Mahfud MD pun menyentil Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yang menyatakan Kemenkopolhukam RI tidak berwenang dalam mengumumkan transaksi mencurigkan tersebut.
"Pak Arsul bicara soal kewenangan, menurut kewenangan polhukan itu tidak berwenang umumkan. Lho, saya tanya, apa dilarang mengumumkan. Kalau tidak berwenang apa dilarang? Kalau dihukum, kalau ada sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan," tukasnya.