Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP Trimedya Panjaitan mempertanyakan alasan Menkopolhukam RI Mahfud MD yang tiba-tiba menggulirkan transaksi yang mencurigakan Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Baca juga: Sindiran Politikus PDIP ke Mahfud MD: Ini berangkat dari Kesadaran atau Lagi Menari Supaya Dilamar?
Trimedya mempertanyakan alasan Ketua Tim Komite Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) itu baru angkat bicara mengenai kasus tersebut seusai 4 tahun menjabat sebagai menteri.
"Sehingga tidak salah juga Pak Mahfud orang menyampaikan, ada apa dengan pak Mahfud? Ini berangkat dari kesadaran atau Pak Mahfud lagi menari di atas panggung supaya ada yang melamar?" kata Trimedya dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Trimedya juga mempertanyakan suara Mahfud MD saat RUU KPK yang dianggap krusial memberantas korupsi disahkan. Akan tetapi, Mahfud tak pernah terdengar bersuara.
"Termasuk pada saat yang paling krusial RUU KPK yang dianggap nadi dari pemberantasan korupsi hampir tidak terdengar juga suara pak Mahfud," jelasnya.
Sebelumnya, Menkopolhukam RI Mahfud MD mengaku geram dicecar oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) soal dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) senilai Rp349 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI.
Baca juga: Wayan Sudirta Percaya Mahfud MD Tak Suka Cari Panggung dan Jatuhkan Pihak Lain
Penegasan itu disampaikan oleh Mahfud saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
Awalnya, Mahfud menyampaikan temuan dugaan transaksi mencurigakan Rp349 triliun di Kemenkeu RI yang diungkap dirinya merupakan bagian dari informasi intelijen. Baginya, hal itu biasa saja didapatkan oleh penegak hukum.
Dia pun sering menerima informasi intelijen dari berbagai pihak terkait. Misalnya, saat penangkapan Eks Gubernur Papua Lukas Enembe dalam dugaan tindak pidana korupsi oleh KPK.
"Lukas Enembe ketika jadi tersangka, ngamuk-ngamuk rakyatnya turun, saya panggil PPATK, "Umumkan." Uangnya di freeze. Kalau nggak gitu gak bisa ditangkap dia," jelas Mahfud.
Lalu, Mahfud juga pernah menerima informasi intelijen dari Baintelkam Polri soal adanya gerakan massa di Papua buntut penangkapan Lukas Enembe. Lalu, dia pun langsung menindaklanjuti informasi tersebut.
Baca juga: Legislator PDI Perjuangan Sebut Mahfud Sok Serius di Rapat Bahas Transaksi Janggal Rp 349 Triliun
"Kita tahu dari Baintelkam Polri, "Itu gimana di Papua?" "Pak nasinya cateringnya setiap hari turun. Itu sudah ndak ada kekuatannya." Itu kan intel, masa nggak boleh," jelas Mahfud.
Karena itu, Mahfud menyatakan informasi intelijen merupakan hal yang biasa diterima oleh penegak hukum. Sebaliknya, Mahfud meminta para anggota DPR RI untuk tidak menggertak dirinya lantaran bisa masuk ke dalam perintangan proses hukum.
"Jangan gertak-gertak. Saya juga bisa gertak juga, bisa dihukum halang-halangi penyidikan hukum. Dan ini sudah ada yang dihukum 7,5 tahun, Fredrich Yunadi, ya kerja kayak saudara itu, orang mau mengungkap, dihantam," jelas dia.
"Saya bisa. Masih ada itu. Sama saudara kan dengan Fredrich, melindungi SN (Setya Novanto, Red) kan. Ndak boleh di ini. Lalu laporkan orang sembarang semua orang dilaporin sama dia. Kita bilang ke KPK itu menghalang-halangi penyidikan, tangkap. Jadi jangan main ancam-ancam, kita ini sama," sambung dia.
Baca juga: Benny K Harman Singgung Gerakan Pelengseran Era Soeharto saat Cecar Mahfud MD
Di sisi lain, Mahfud MD pun menyentil Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani yang menyatakan Kemenko Polhukam RI tidak berwenang dalam mengumumkan transaksi mencurigakan tersebut.
"Pak Arsul bicara soal kewenangan, menurut kewenangan Polhukam itu tidak berwenang umumkan. Lho, saya tanya, apa dilarang mengumumkan. Kalau tidak berwenang apa dilarang? Kalau dihukum, kalau ada sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan," tukasnya