TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jenderal bintang dua, Teddy Minahasa bakal hadapi sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis (30/3/2023).
Diketahui sebelumnya enam terdakwa lain dalam kasus peredaran narkoba yang menyeret Irjen Teddy Minahasa sudah lebih dulu dituntut.
Mereka dituntut bervariasi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni di atas 10 tahun penjara.
"Kamis, 30 Maret 2023. Jam 09.00 sampai dengan selesai. Pembacaan tuntutan," sebagaimana tertera pada laman Sistem Penelusuran Informasi Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Sidang tuntutan Irjen Teddy Minahasa digelar di Ruang Sidang Mudjono Pengadilan Negeri Jakarta Barat
Majelis Hakimnya yakni Jon Sarman Saragih, Yuswardi, dan Esthar Oktavi
Jelang sidang tuntutan, Teddy Minahasa disinggung soal kotak pandora dan hanya pentolan kecil.
Teddy Minahasa Diduga Cuma Pentolan Kecil yang Kariernya Mau Dijatuhkan
Pengamat kepolisian Alfons Loemau menduga penangkapan Irjen Teddy Minahasa dalam kasus peredaran narkoba tidak terlepas isu pertarungan bandar besar jaringan narkotika.
Ia menilai, Teddy bukan pemain di dunia obat-obatan terlarang.
“Kalau Teddy Minahasa itu pemain, dia tidak akan amatir seperti itu,” kata Alfons dalam keterangannya, Selasa (28/3/2023).
Lebih lanjut Alfons mengatakan, Teddy merupakan korban dari bandar besar bisnis obat haram narkotika yang ingin kariernya hancur.
Ia dijebak oleh Linda Pudjiastuti yang diduga berperan sebagai ‘cepu’ atau informan.
Menurut Alfons, penangkapan terhadap Teddy membuat pengungkapan pemain besar sesungguhnya di pasar peredaran narkotika menjadi samar-samar.
“Ini ibaratnya, pentolan kecil yang kemudian dikorbankan disorot jadi begini dengan pion yang dorong itu di perempuan tetapi bandar besarnya sedang samar-samar atau sedang tidak terungkap atau bandar besarnya lawan berat,” tuturnya.
Baca juga: Teddy Minahasa Sebut Polisi Sisihkan BB Narkoba untuk Dijual, Bareskrim Polri: Kita Siap Diaudit
Sebab, kata Alfons, sebagai pakar hukum sekaligus pengamat kepolisian bahwa bisnis peredaran narkoba tidak dijalankan secara tunggal.
Ia menyebut, banyak kelompok-kelompok besar yang mengendalikan bisnis tersebut.
“Bermain obat terlarang narkoba ini satu rangkaian besar. Gerbongnya banyak, gerbongnya besar,“ ujarnya.
Alfons juga menyangsikan pengungkapan kasus narkoba murni dari kerja kepolisian.
Menurutnya, ada informan yang bekerja sebagai umpan untuk membantu polisi menangkap pelaku narkoba.
“Cepu-cepu ini juga dipakai sebagai umpan. Kadang-kadang ini kaya ayam aja, istilahnya orang, ayam itu pada saat tertentu dipakai ayam tarung saat tertentu dipotong jadi ayam opor,” katanya.
“Karena mustahil pengungkapan yang begini banyak ini karena penyidiknya datang kesana kesini, ngintai disana sini ga ada, itu omong kosong,” imbuhnya.
Alfons menambahkan, para informan tidak bekerja hanya pada satu orang.
Mereka bisa menjadi agen ganda tergantung pesanan seseorang tersebut.
“Cepu-cepu ini bukan punya satu majikan, tidak jarang mereka agen ganda, majikan mana, mana yang mau mereka korbankan dan sebagainya,” katanya.
Di sisi lain, Alfons berpendapat, bahwa keberanian Linda mengumbar aib di persidangan menguatkan adanya permasalahan pribadi dengan Teddy Minahasa.
Dia pun meminta agar pihak kepolisian juga membongkar seseorang yang menjadi bekingan Linda.
“Betul. Kalau saya hubungkan begini, Linda secara pribadi punya kedongkolan terhadap teddy makanya dia ceritakan soal bobo-bobo siang dan sebagainya,” ujarnya.
Menurutnya, Linda tidak akan mempunyai keberanian membongkar aibnya dengan Teddy apabila tidak ada jaminan dari seseorang.
“Bisa jadi begitu, sangat berpeluang karena di dunia hitam ini semua taktik bisa dipakai menjatuhkan lawan dan membesarkan orang,” tuturnya.
Tak hanya itu, Linda diduga kuat berperan sebagai informan yang menjebak Teddy.
Jika keduanya memiliki kedekatan, mustahil Linda akan membuka aibnya sendiri, padahal tidak terkait dengan perkara.
“Kenapa seorang wanita mau mengumbar aibnya di depan umum dan sebagainya, ada apa?" tukasnya.
Kasus Teddy Minahasa Disebut Bisa Jadi Kotak Pandora Bongkar Praktik Busuk Kasus Narkoba di Polri
Koalisi Masyarakat Sipil sebut kasus peredaran narkoba eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa bisa menjadi kotak pandora membongkar praktik busuk penanganan kasus narkoba di tubuh Polri.
Hal ini dikatakan Pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Ma'ruf Bajammal saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (29/3/203).
Ma'ruf menyebut saat ini kebijakan terkait penanganan kasus narkoba yang dilakukan Polri penuh probelmatika.
"Bagi kami kasus TM (Teddy Minahasa) ini sejatinya menjadi kotak pandora terkait dengan praktik busuk implementasi kebijakan narkotika yang selama ini dilakukan aparat penegak hukum khususnya pada saat menangani kasus di kepolisian," kata Ma'ruf.
Menurutnya, profil Teddy Minahasa di Korps Bhayangkara yang pernah menjabat posisi strategis tersebut mencerminkan perbuatan buruk.
"Bahwa aparat penegak hukum dalam posisi tinggi pun bisa mengalahkan gunakan kewenangan yang dimilikinya dan justru menjalankan jargon kebijakan narkotika yang selama ini selalu dipromosikan yang sifatnya war on drugs atau perang terhadap narkotika yang sifatnya funitif," tuturnya.
Sementara itu, Wakil Koordinator KontraS Bidang Advokasi Tioria Pretty menyebut kasus Teddy Minahasa itu menjadi bukti jika sistem di Polri masih terjadi hal-hal yang salah dan kerap terjadi.
"Salah satu alasannya adalah KontraS melihat ada rantai imuntitas di tubuh kepolisian dimana tidak ada mekanisme pengawasan yang efektif," ucap Pretty.
KontraS sendiri mempunyai data yang dikaji selama empat tahun lamanya berdasarkan monitoring di media terkait keterlibatan anggota Polri dalam pusaran narkoba.
Setidaknya 106 kasus narkoba dengan menjerat 178 anggota polisi di Indonesia.
"Terdapat peta sebaran terkait peristiwa narkoba yang berkaitan dnegan kepolisian kira-kira ada 25 Provinsi, ada 106 peristiwa dengan 178 anggota polri yang terlibat," ucapnya.
Namun, data tersebut masih bisa berkembang karena kemungkinan masih ada kasus yang menjerat anggota polisi yang tidak terekspos.
Pretty menjelaskan dari 178 pelaku, anggota polisi itu paling banyak terjadi di Polres yakni sebanyak 107 orang, lalu anggota Polda sebanyak 47 dan anggota Polsek sebanyak 24 orang dengan peran yang berbeda.
"Temuan kami kedua dari 178 pelaku setidaknya paling banyak anggota kepolisian sebagai pemakai 58 orang, pengedar 49 orang, bandar 18 orang dan seterusnya, Sebagai yang saya presentasi kan disini ada kurir 13 orang ada yang memiliki ada yang membebaskan pelaku narkotika, ada yang bisnis keamanan narkotika," tuturnya.
Di sisi lain, Pretty mengatakan selama empat tahun monitoring, KontraS juga menemukan tindak pidana yang menjerat anggota polisi itu terus naik setiap tahunnya.
"Adalah bawah setiap tahun terjadi peningkatan peritsiwa polri terlibat narkotika, dari 4 tahun ini kita temukan dari 106 peristiwa di tahun 2019 ada 21 peristiwa, 2020 naik jadi 26 peristiwa, 2021 naik 27 peristiwa, di 2022 jadi 32 Peristiwa, jadi trennya meningkat," jelasnya.
Koalisi Masyarakat Sipil: Kasus Teddy Minahasa Jadi Bukti Pernyataan Terpidana Mati Freddy Budiman
Perkataan terpidana mati, Freddy Budiman nampaknya terbukti dalam kasus peredaran narkoba eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
Hal ini dikatakan Pengacara Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Koalisi Masyarakat Sipil Ma'ruf Bajammal saat konferensi pers di kantor YLBHI, Jakarta, Rabu (29/3/2023).
"Sebelumnya ada kasus yang cukup heboh pada 2016 yaitu Freddy Budiman. Dia pernah mengungkapkan bahwa dalam mengoperasikan peredaran narkotika yang beliau lakukan, beliau di back up oleh oknum-oknum dari institusi Badan Narkotika Nasional (BNN), Bea Cukai, maupun Polri. Yang hari ini terjadi terkait dengan kasus TM itu sebenarnya mengkonfirmasi apa yang disampaikan oleh Freddy Budiman pada waktu itu," jelas Ma'ruf.
Ma'ruf juga menyinggung terkait pernyataan terdakwa Linda Pujiastuti alias Anita di persidangan yang pergi bersama Teddy ke Taiwan.
Linda menyebut Teddy meminta fee atau bayaran Rp100 miliar untuk meloloskan satu ton sabu ke Indonesia.
Menurut Ma'ruf, pernyataan Linda tersebut juga mengaminkan pernyataan yang disampaikan Freddy soal penangaman aparat.
"Iya betul. Iya Freddy kan waktu itu bilang pernah ke pabriknya di Taiwan ya kan. Ini terjadi loh, wah ini deja vu aja seperti yang disampaikan Freddy waktu itu," jelas Ma'ruf.
Ma'ruf juga mengatakan kasus Irjen Teddy juga bisa menjadi kotak pandora untuk membongkar praktik busuk penanganan kasus narkoba di tubuh Polri.
Ma'ruf menyebut saat ini kebijakan terkait penanganan kasus narkoba yang dilakukan Polri penuh probelmatika.
"Bagi kami kasus TM (Teddy Minahasa) ini sejatinya menjadi kotak pandora terkait dengan praktik busuk implementasi kebijakan narkotika yang selama ini dilakukan aparat penegak hukum khususnya pada saat menangani kasus di kepolisian," kata Ma'ruf.
Menurutnya, profil Teddy Minahasa di Korps Bhayangkara yang pernah menjabat posisi strategis tersebut mencerminkan perbuatan buruk.
"Bahwa aparat penegak hukum dalam posisi tinggi pun bisa mengalahkan gunakan kewenangan yang dimilikinya dan justru menjalankan jargon kebijakan narkotika yang selama ini selalu dipromosikan yang sifatnya war on drugs atau perang terhadap narkotika yang sifatnya funitif," tuturnya.
Kuasa Hukum Dody Prawiranegara Sebut Terdakwa Kasus Narkoba Teddy Minahasa Paling Tepat Dihukum Mati
Kuasa hukum AKBP Dody Prawiranegara, Adriel Viari Purba mengatakan, terdakwa kasus peredaran narkoba Irjen Teddy Minahasa paling tepat dihukum mati.
Hal tersebut berawal saat Adriel menyebut, empat kliennya yakni Doddy Prawiranegara, Mami Linda, Syamsul Maarif, dan Kasranto telah mengungkap peristiwa dengan sangat jujur.
Karena itu, menurutnya, Teddy Minahasa yang seharusnya mendapatkan hukuman lebih berat daripada keempat kliennya tersebut.
"Jadi harusnya pak Teddy Minahasa itu jauh lebih besar hukumannya daripada pak Dody, ibu Linda, Syamsul Maarif, dan Kasranto, karena telah mengungkap peristiwa ini menjadi semakin terang," kata Adriel saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Senin (27/3/2023).
Saat ditanya lebih lanjut soal hukuman yang pantas diberikan terhadap Teddy Minahasa, Adriel mengatakan, tidak mau mendahului Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Meski demikian, Adriel mengatakan, seharusnya JPU melihat bagaimana Teddy Minahasa diduga melakukan intervensi dan ingin merusak skenario agar Syamsul Maarif dianggap bersalah.
"Kami tidak mau mendahului, tapi seharusnya dilihat dari peristiwa bagaimana dia membujuk, meraih intervensi kebanyakan, dia mau merusak skenario ini agar terlihat seperti Arif yang salah," katanya.
Karena itu, Adriel menyebut, Teddy Minahasa merupakan manusia yang jahat dan pantasnya diberikan hukuman mati.
"Betapa jahatnya ini manusia. Menurut kami yang paling tepat untuk pak Teddy Minahasa hukukan mati," sambungnya.
6 Terdakwa Kasus Narkoba Irjen Teddy Minahasa Dituntut hingga 20 Tahun Penjara
Enam terdakwa kasus peredaran narkoba jenis sabu yang dikendalikan Mantan Kapolda Sumatera Barat Teddy Minahasa telah menjalani sidang tuntutan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Senin (27/3/2023).
Masing-masing terdakwa yakni AKBP Dody Prawiranegara, Linda Pujiastuti alias Anita Cepu, Kompol Kasranto, Muhammad Nasir alias Daeng, Aiptu Janto Parluhutan Situmorang dan Syamsul Ma'arif telah mendengar tuntutan yang disampaikan oleh jaksa penuntut umum (JPU).
Pada pokoknya, keempat terdakwa didakwa bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Berikut ini adalah masing-masing tuntutan JPU terhadap keenam terdakwa sebagaimana dirangkum Tribunnews.com, Selasa (28/3/2023).
1. Linda Pujiastuti
Linda Pujiastuti alias Mami Linda dituntut 18 tahun pernjara.
Tuntutan dibacakan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Senin (27/3/2023).
"Menuntut menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Linda Pujiastuti selama 18 tahun," ujar jaksa dalam persidangan.
Kemudian istri siri Teddy Minahasa itu juga dituntut membayar denda Rp 2 miliar dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 2 miliar subsidair 6 bulan penjara," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Linda bersalah melakukan jual-beli narkotika jenis sabu.
JPU pun menyimpulkan bahwa Linda terbukti melanggar Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP
Karena itu, JPU meminta agar Majelis Hakim menyatakan Linda Pujiastuti alias Anita Cepu bersalah dalam putusan nanti.
"Menuntut, menyatakan terdakwa Linda Pujiastuti telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP sesuai dakwaan pertama kami," ujar jaksa.
2. AKBP Dody Prawiranegara
Mantan Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara menjadi terdakwa pertama yang dituntut JPU dalam sidang tuntutan hari ini.
Ia dituntut hukuman 20 tahun penjara oleh JPU.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Dody Prawiranegara selama 20 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar," kata Jaksa dalam persidangan, Senin.
"Subsider enam bulan penjara dikurangi masa tahanan yang dijalani terdakwa," sambung Jaksa.
Ada beberapa hal yang dinilai memberatkan dan meringankan hukuman Dody menurut JPU.
Salah satu yang memberatkan adalah Dody dianggap mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum. Hal ini dikarenakan ia terlibat dalam peredaran kasus narkoba.
"Menyatakan Dody Prawiranegara bersama Teddy Minahasa, saksi Syamsul Ma'arif, dan saksi Linda alias Anita terbukti secara sah menjadi perantara dalam jual beli menukar narkotika golongan satu," ucap Jaksa.
3. Kompol Kasranto
Eks Kapolsek Kalibaru Kompol Kasranto dituntut penjara selama 17 tahun dengan denda Rp 2 miliar oleh JPU.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Kasranto selama 17 tahun penjara dan denda sebesar Rp 2 miliar," kata Jaksa.
"Subsider 6 bulan penjara dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," sambung dia.
Ada beberapa hal yang dinilai memberatkan dan meringankan hukuman Kasranto menurut JPU.
Salah satu yang memberatkan adalah Kasranto dianggap mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap penegakan hukum lantaran terlibat dalam peredaran kasus narkoba.
Jaksa pun meminta majelis hakim memutuskan bahwa Kasranto bersama-sama dengan Linda, Aiptu Janto Situmorang, dan saksi Achmad Darmawan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana.
4. Syamsul Ma'arif
Terdakwa berikutnya, yakni Syamsul Ma'arif dituntut dengan pidana penjara selama 17 tahun dan denda Rp 2 miliar.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Syamsul Ma'arif selama 17 tahun dan denda sebesar Rp 2 miliar subsider enam bulan penjara, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata jaksa.
Ada beberapa hal yang dinilai memberatkan dan meringankan hukuman Syamsul menurut JPU.
Salah satu yang memberatkan adalah Syamsul telah menukar barang bukti narkotika jenis sabu dengan tawas.
Kemudian, Syamsul juga merupakan perantara jual beli narkotika jenis sabu dan telah menikmati keuntungan sebagai perantara dalam jual beli sabu.
Selanjutnya, Syamsul tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan peredaran narkotika.
"Hal-hal yang meringankan, terdakwa mengakui perbuatannya," papar jaksa.
5. Muhammad Nasir alias Daeng
Tuntutan terhadap terdakwa Muhamad Nasir alias Daeng Bin Paweroi dibacakan jaksa penuntut umum pada Rabu, 8 Maret 2023.
Muhammad Nasir alias Daeng dituntut dengan pidana penjara 11 tahun.
Ia dinilai terbukti secara sah dan meyakikan melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
"Terdakwa Muhamad Nasir alias Daeng Bin Paweroi telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram,” tulis Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dikutip Senin, 27 Maret 2023.
"Menjatuhkan Pidana penjara terhadap Terdakwa Muhamad Nasir alias Daeng Bin Paweroi selama 11 (sebelas ) tahun dan denda sebesar 2.000.000.000 (dua milyar rupiah ) subsidiair 6 (enam ) bulan penjara, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa."
Poin dalam tuntutan untuk Daeng menyatakan barang bukti berupa satu unit handphone merek Samsung berikut simcard, empat pack plastik kosong berisi masing-masing plastik klip kosong, satu buah timbangan digital satu buah kotak merah bertuliskan DE-ARTISTIC yang didalamnya terdapat satu bungkus plastic klip berisi narkotika jenis saabu brutto 0,50 gram, dan 1 (satu) bungkus plastik klip berisi narkotika jenis sabu brutto 2,1 gram dirampas untuk dimusnahkan.
Selanjutnya membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000.
6. Aiptu Janto Parluhutan Situmorang
Mantan Anggota Satresnarkoba Polres Jakarta Barat Aiptu Janto Parluhutan Situmorang diketahui menjalani sidang tuntutan pada Rabu 8 Maret 2023.
Aiptu Janto Parluhutan Situmorang dijatuhi tuntutan 15 tahun penjara.
JPU meyakini bila Janto Parluhutan Situmorang telah terbukti secara sah dan meyakikan melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika Jo Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP.
"Menyatakan terdakwa Janto Parluhutan Situmorang telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan Tindak Pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan, tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman, yang beratnya lebih dari 5 (lima) gram,” tulis Sistem Informasi Penelusuran Perkara Pengadilan Negeri Jakarta Barat, dikutip Senin, 27 Maret 2023.
"Menjatuhkan Pidana penjara terhadap terdakwa Janto Parluhutan Situmorang selama 15 (lima belas) tahun dan denda sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rspiah) subsidiair 6 (enam) bulan penjara, dikurangi dengan masa penahanan yang telah dijalani terdakwa," lanjut dalam SIPP Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
Dari poin tuntutan menyatakan barang bukti berupa satu unit handphone Samsung warna hitam berikut simcard dirampas untuk dimusnahkan.
Serta membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 5.000. (tribun network/thf/Tribunnews.com)