TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana pembentukan Koalisi Besar untuk Pemilu 2024 muncul setelah Ketua Umum Gerindra, PKB, Golkar, PAN dan PPP berkumpul bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kantor DPP PAN pada Minggu (2/4/2023) lalu.
Koalisi ini juga berpotensi menguat jika PDIP bergabung.
Namun Direktur Eksekutif Politika Research and Consulting (PRC) Rio Prayogo menilai peluang terbentuknya Koalisi Besar dibayangi keraguan.
Hal ini karena ada dinamika politik yang tinggi, dan masing-masing partai politik punya ekspektasinya sendiri soal jatah capres-cawapres.
"Koalisi besar bakal dipusingkan oleh dua hal. Pertama, siapa dapat apa? Kalau PS (Prabowo Subianto) capres, lalu siapa cawapresnya? Golkar dan PKB harga mati soal posisi cawapres. Kalau satu di antaranya gagal jadi cawapres PS, sangat mungkin membentuk embrio koalisi baru atau bergabung ke koalisi Anies Baswedan," kata Rio Prayogo saat dikonfirmasi Rabu (12/4/2023).
Rio menyebutkan ada persoalan tambahan jika memang PDIP ikut bergabung dalam Koalisi Besar. Utamanya soal posisi capres PDIP yang kian menambah dinamika.
"PDIP bagaimana? Terlepas dinamika yang terjadi di antara Jokowi dan PDIP, PDIP masih mungkin bergabung ke Koalisi Besar. Kalau bergabung tentu PDIP pengen nyapres? Kalau demikian akan tekanan baru di mana tekanan itu bisa menjadikan konsep Koalisi Besar ini ter-evaporasi alias menguap," jelasnya.
Menurutnya wacana pembentukan Koalisi Besar masih sangat cair. Ia meyakini akan ada parpol yang terlempar dari koalisi gabungan tersebut jika harapan-harapan partainya tidak terpenuhi.
Baca juga: Buka Pintu untuk PDIP Gabung Koalisi Besar, Golkar: Harus Ikut Aturan Main
"Koalisi Besar ini sangat cair, saya yakin akan ada terlempar dari situ karena tidak dipenuhinya harapan-harapannya. Belum lagi soal siapa yang jadi kepala suku di dalam koalisi, Golkar bahkan merasa paling berhak kan? Jadi koalisi besar ini sebenarnya tidak hanya bingung, tapi pusing," pungkas Rio.