News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Terlibat Narkoba

Pakar Bicara Perang Bintang di Kasus Teddy Minahasa: Mabes Harus Dalami Informasi yang Diungkap TM

Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa mantan Kapolda Sumatra Barat, Irjen Pol Teddy Minahasa melambaikan tangan kepada awak media usai mengikuti agenda sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Kamis (2/2/2023).

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli psikologi forensik (Psifor) Reza Indragiri Amriel memberikan pernyataan terbaru terkait kasus narkoba yang menjerat mantan Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.

 "Apa perkiraan saya tentang kasus Teddy Minahasa dan Dody Prawiranegara ? Secara kebetulan ada kemiripan antara spekulasi yang saya sampaikan dan isi pledoi Teddy Minahasa. Yakni bagi Teddy Minahasa, ini pada awalnya diniatkan sebagai penjebakan legal (chance-providing type of entrapment) dalam rangka menorehkan catatan prestasi yang dapat mendukung kenaikan jabatan dan kepangkatan Dody Prawiranegara . Namun rencana tersebut Teddy Minahasa batalkan," ujar Reza Indragiri dalam keterangannya, Kamis (13/4/2023).

Reza melanjutkan, sementara bagi Dody Prawiranegara  ini menjadi perbuatan pidana yang sama sekali tidak diketahui Teddy Minahasa, yakni Dody Prawiranegara  dan SM melakukan penjualan narkoba kepada Linda untuk mendapatkan memperoleh uang tunai yang Dody Prawiranegara  butuhkan untuk "menembak Mabes".

"Makna kiasan itu sepertinya adalah pelicin untuk memperlancar karir Dody Prawiranegara di Polri. Namun begitu tertangkap, Dody Prawiranegara mengklaim bahwa ia sebatas melaksanakan perintah dari Teddy Minahasa yang tidak bisa Dody Prawiranegara tolak."

Menurut Reza, pledoi Teddy Minahasa gamblang menunjukkan adanya perang bintang di tubuh Polri.

Baca juga: Reza Indragiri Sebut Jabatan Strategis Buat Teddy Layak Dianggap SDM Terbaik Polri

"Dugaan tentang ini pun sudah saya kemukakan sejak Oktober tahun lalu, jauh sebelum persidangan dimulai. Bahwa, keberadaan klik (clique) atau subgrup di internal kepolisian sudah cukup banyak dikaji. Jika antar klik itu saling berkompetisi secara konstruktif, maka ini berdampak positif bagi masyarakat."

Artinya, menurut Reza, pertama, publik bisa teryakinkan bahwa posisi-posisi penting di lembaga kepolisian memang diisi oleh SDM terbaik.

Dan kedua, Strategic Model dalam penegakan hukum.

Yaitu polisi-polisi akan berlomba melakukan penegakan hukum bukan demi kepastian, kemanfaatan, apalagi kepastian hukum, melainkan untuk memperoleh credit point.

"Apa pun motif para polisi itu, pastinya khalayak luas akan lebih terlindungi. Terlindungi oleh para personel polisi yang gila kerja demi pangkat dan jabatan, saya pandang sah-sah saja."

"Sebaliknya, sangat mengerikan kalau antar klik polisi saling bersaing dengan cara destruktif bahkan sabotase satu sama lain. Ini berbahaya, karena memperlihatkan praktik pemangsaan dalam organisasi yang berkultur toxic," katanya.

Apabila, sambung Reza, antar subgrup di dalam tubuh kepolisian itu bersaing dengan cara destruktif, maka hal tersebut bisa merusak kohesivitas organisasi kepolisian. Dan kalau institusi kepolisian sudah pecah belah, maka publik yang merasakan mudaratnya.

Lebih-lebih, kalau sesama klik dan personel polisi saja bisa terjadi kriminalisasi, maka betapa rentannya masyarakat mengalami malapetaka serupa.

"Di samping dengan alasan mengurangi pesaing dalam berkarir, sabotase antar klik di internal kepolisian juga dapat dapat dilakukan untuk melindungi oknum."

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini