Laporan Wartawan Tribunnews.com, Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Etnis Tionghoa telah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak abad ke-15 dan berperan penting dalam sejarah dan perkembangan politik Indonesia.
"Tionghoa adalah salah satu dari 15 kelompok etnik terbesar di negeri ini, namun mereka menjadi target dari berbagai peraturan diskriminatif yang diterapkan oleh pemerintah otoritarian Orde Baru," kata Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Dr. Johanes Herlijanto saat menjadi pembicara dalam Seminar "Tionghoa dan Politik Indonesia: Pandangan dan Harapan' di Jakarta, Jumat (14/4/2023).
Namun, menurut dia, menguatnya iklim demokrasi di Indonesia saat era reformasi ini menjadi berkah tersendiri. Komunitas Tionghoa Indonesia kembali memperoleh hak dan ruang untuk mengekspresikan identitas, budaya, dan meningkatkan partisipasi politik mereka.
Politikus Tionghoa bahkan berhasil meraih jabatan-jabatan politik yang penting.
Baca juga: Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Bagikan 2023 Tajil Bagi Masyarakat Muslim di Cengkareng
Salah satunya adalah Basuki Tjahaja Purnama (BTP) yang memiliki karier mulus dan dianggap sebagai simbol dari penerimaan masyarakat terhadap politikus dengan latar belakang etnik Tionghoa.
"Di tengah optimisme terhadap makin meningkatnya penerimaan tersebut, resistensi terhadap kepemimpinan BTP justru meningkat, khususnya pada pertengahan hingga akhir 2016,” kata Johanes yang juga Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Pelita Harapan (UPH).
Menurut dia, yang penting untuk dicatat adalah etnisitas BTP sebagai Tionghoa turut pula menghadirkan dalam gelombang penolakan.
Muncul kembalinya isu identitas dalam gelombang resistensi terhadap BTP menjelang dan di sepanjang pilkada pada 2017 tentu membawa dampak tertentu bagi masyarakat Tionghoa, termasuk para politikus dan pemimpin komunitas Tionghoa.
Johanes Herlijanto memaparkan, pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan asimilasi yang merugikan etnis Tionghoa dan berdampak pada kehidupan politik dan ekonomi mereka di Indonesia.
Meski beberapa politisi dan tokoh mengungkapkan kekecewaan dan kekhawatiran atas maraknya isu etnisitas di sekitar Pemilu 2017, Johanes menyatakan tetap optimis dan semangat untuk terus berkontribusi bagi negara melalui partisipasi politik.
“Hal ini terlihat dari banyaknya warga etnis Tionghoa yang mengikuti pemilihan umum 2019 sebagai calon anggota legislatif, baik di tingkat nasional maupun daerah,” jelas Johanes.
Johanes menilai, optimisme dan semangat tersebut antara lain karena kepercayaan dan harapan mereka yang terus berlanjut terhadap semangat toleransi dan keberagaman di masyarakat Indonesia.
“Mereka berharap peran partai politik dalam meningkatkan kualitas demokrasi dan hak asasi manusia,” imbuhnya.