"Beliau itu pinjam dengan temannya, sahabat dia. Ada orang Malang, sudah almarhum," katanya.
Pinjaman itu pun disebut wajar lantaran anggaran yang diberikan Polri tak begitu besar untuk operasi tersebut.
"Tentu di lapangan tuh karena mereka di laut yah. ABK yang begitu banyak, akan kekuranganlah dari segi materil," ujarnya.
Sementara terkait pengembalian pinjaman Rp 20 miliar itu, Teddy disebut-sebut telah lama bersahabat dengan sang pengusaha.
"Teman-teman Pak Teddy itu ada yang pengusaha, mereka sudah kenal lama, teman baik. Saya enggak tahu bagaimana nanti cara mengambalikan. Apakah mereka tidak akan menagih lagi, atau itu bagian dari CSR perusahaan," kata Djono.
Sebelumnya dalam pleidoi atau nota pembelaan, Teddy Minahasa menyangkal isu dirinya mendapatkan uang setoran dari anak buahnya.
"Mohon maaf saya tidak pernah meminta setoran-setoran itu. Saya tidak pernah Yang Mulia," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat pada Kamis (13/4/2023).
Sementara wawancara khusus penasihat hukum Dody, yaitu Adriel Viari Purba, disebutkan bahwa Irjen Teddy Minahasa mengumpulkan uang dari rekan-rekannya.
Uang tersebut kemudian digunakan sebagai modal pengungkapan kasus 2 ton narkoba di Laut Cina Selatan.
"20 miliar itu adalah uang dari rekanannya, adek letingnya yang dimintai, terus juga sahabatnya. Jadi itu uang hasil kumpulan kumpulan katanya untuk Pak Teddy Minahasa mengungkap besar," ujar Adriel saat diwawancara di Kantor Tribunnews pada Sabtu (11/3/2023).
Tuntutan Mati Teddy Minahasa
Irjen Pol Teddy Minahasa telah dituntut hukuman mati oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam perkara peredaran narkoba.
"Menuntut menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Teddy Minahasa Putra dengan hukuman mati," ujar jaksa dalam persidangan Kamis (30/3/2023).
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irjen Teddy Minahasa bersalah melakukan jual-beli narkotika jenis sabu.