"Bagaimana mungkin pengawas Pemilu membuat sebuah kebijakan yang hanya dikhususkan kepada salah satu parpol peserta Pemilu? Ini jelas sangat membahayakan buat demokrasi," ujar Said.
Dia menambahkan, Partai Buruh menentang pembatasan yang dilakukan oleh Bawaslu pada peringatan May Day 2023.
"Sangat tidak mungkin Partai Buruh diminta untuk tidak merayakan Hari Buruh Internasional dan dilarang menyuarakan kepentingan buruh," jelasnya.
"Sedangkan jati diri dan alasan partai ini didirikan adalah untuk membela kepentingan kelas pekerja," imbuhnya.
Said mengatakan, Bawaslu tidak mamahami kultur buruh.
"Mereka tidak paham bahwa buruh dan Partai Buruh adalah dua entitas yang menyatu dan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain," ujarnya.
Diketahui, salah satu yang dipersoalkan Bawaslu kepada Partai Buruh yakni dengan tidak melakukan kampanye terselubung dalam aksi mereka, seperti mengibarkan bendera partai dan mengajak untuk memilih mereka pada Pemilu lantaran belum waktunya kampanye.
Said mengatakan, apabila ada bendera Partai Buruh sejatinya merupakan hal yang wajar lantaran aksi besok memang digagas oleh Partai Buruh.
"Seandainya pun pada aksi May Day terpasang spanduk, poster, atribut, atau orasi yang menyuarakan kepentingan kaum pekerja, hal itu sulit dihindari sebab aspirasi buruh sama dengan program Partai Buruh," ujar Said.
"Oleh sebab itu, ketidakmengertian pengawas Pemilu tentang kultur kelas pekerja ini tidak boleh berujung pada kekeliruan menjalankan fungsi pengawasan yang pada gilirannya dapat menyebabkan kesalahan dalam menerapkan aturan Pemilu," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Abdillah Awang, Ibriza Fasti Ifhami)(TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)