TRIBUNNEWS.COM - Ahli Psikolog Forensik berpendapat bahwa perbuatan pelaku pembunuhan mutilasi bos di Tembalang Semarang, Husen melakukan perbuatannya dengan sadar tanpa paksaan orang lain.
Demikian disampaikan oleh Psikologi Forensik, Reza Indragiri dalam wawancaranya di YouTube tvOneNews, Kamis (11/5/2023).
Sebelumnya, Reza membahas mengenai syarat seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.
Hal tersebut bisa terpenuhi jika memenuhi dua syarat, di antaranya adalah mempunyai pemahaman dan kehendak.
"Dari pandangan Psikologi Forensik, seseorang akan dimintai pertanggungjawaban apabila ada 2 (dua) unsur."
"Pertama dia punya pemahaman, berrarti kognitif kompeten, dia tahu apa yang dia lakukan, dia paham, dan dia juga punya kehendak," ungkap Reza, dikutip Tribunnews.com dari YouTube tvOneNews, Kamis.
Kemudian, Reza menyimpulkan bahwa pelaku Husen melakukan perbuatannya itu bukan karena tekanan, tetapi sepenuhnya datang dari diri Husen sendiri.
Baca juga: Pedagang Angkringan Dekat Lokasi Pembunuhan Bos di Semarang Terancam Hukum, Kini Status Masih Saksi
"Artinya, dia menghabisi, memutilasi itu bukan karena tekanan atau persuasi pihak lain, tetapi sepenuhnya datang dari dia," ucapnya.
"Berdasarkan pemberitaan, saya pun menangkap kesan kuat bahwa kehendak untuk melakukan perbuatan jahat itu datang dari kehendak dirinya sendiri," imbuh Reza.
Lantaran dua unsur tersebut sudah terpenuhi, Reza mengatakan seharusnya pihak kepolisian tidak kesulitan dalam menuntaskan pemberkasan hingga lanjut ke pengadilan.
"Klop sudah, pemahaman dia punya, kehendak pun ada, alhasil menurut saya itung-tingan di atas kertas tidak terlalu sulit bagi otoritas kepolisian untuk segera mungkin menuntaskan pemberkasan dan lanjut sampai ke pengadilan," katanya.
Alasan Membunuh
Husen mengaku alasan ia membunuh bosnya itu lantaran sakit hati karena sering dimaki dan dipukuli oleh korban.
Dipukuli oleh korban karena Husen melakukan kesalahan kecil seperti salah pesanan jumlah galon maupun ada kerusakan pada mesin galon.
"Ya namanya kerja baru satu bulan kan ada kesalahan kecil, tapi bos selalu ringan tangan, saya sering dipukuli," katanya, dikutip dari TribunJateng.com.
Husen mengaku dipukuli dengan tangan kosong di bagian mata, pelipis, dan dada.
Pemukulan itu, kata Husen sering dilakukan setelah dua minggu bekerja di tempat korban.
"Alasan itu saya bunuh, rencana bunuh sejak Senin atau empat hari sebelum saya eksekusi," jelasnya.
Husen sebelumnya diketahui bekerja di Warmindo dan baru bekerja di tempat korban satu bulan atau mulai dari awal Ramadan.
Baca juga: Kronologi Pembunuhan Bos Air Isi Ulang Galon di Semarang Versi Pelaku, Mayat Dicor di Hari Berbeda
Ia bisa bekerja di tempat korban karena mengaku saat di Warmindo sudah mengenal korban yang biasa suplai galon dan gas.
"Saya keluar kerjaan Warmindo, lalu masuk ke usaha korban. Namun, saya kecewa orang yang saya kira baik ternyata seperti itu," ungkapnya.
Husen menyebut, hendak kabur dari tempat kerja korban juga susah karena KTP ditahan.
"Korban sempat pula mengancam bila saya keluar dari kerjaan saya yang dihabisi, saya mau dibunuh," ujarnya.
Husen Habiskan Uang Bosnya untuk Senang-senang
Diketahui bahwa setelah membunuh bosnya tersebut, Husen sempat menenggak minuman keras.
Selain itu, digunakan Husen juga untuk menyewa perempuan pekerja seks komersial (PSK).
"Ya uang saya ambil untuk makan, jajan, rokok, dan happy-happy," ujar Husen, Rabu (10/5/2023).
"Nyari cewek di Michat ketemu di Banjarsari (Tembalang, Semarang)," imbuhnya.
Husen mengaku melakukan hal tersebut untuk mengurangi beban pikirannya.
Baca juga: Pelaku Pembunuhan Mutilasi Bos di Semarang akan Tes Kejiwaan, Akui Puas setelah Bunuh, Tak Menyesal
"Biar mengurangi beban pikiran, buat senang-senang," tambah Husen.
Total uang yang diambil Husen dari dompet bosnya tersebut adalah Rp7 juta.
Husen juga membawa kabur motor milik bosnya itu ketika melarikan diri.
"Saya pulang bawa motor milik korban," ujarnya.
Ia melarikan diri ke Banjarnegara, tepatnya di rumah temannya bernama Feri pada Sabtu (6/5/2023) sekira pukul 20.00 WIB tanpa sepengetahuan temannya bahwa dirinya telah membunuh seseorang.
"Saya ngumpet di rumah Feri ditangkap polisi di tempat itu. Saya tidak melakukan perlawanan apapun ke polisi," ujarnya.
Kronologi Versi Husen
Husen mengungkapkan bahwa ia membunuh bosnya tersebut menunggu hingga bosnya tertidur di toko, Kamis (4/5/2023).
Setelah tertidur, Husen pun mendekati korban dan menghujamkan linggis sepanjang hampir satu meter ke arah pipi kanan korban.
Husen mengaku menusukkan linggis ke pipi kanan dan pelipis kiri korban sebanyak dua kali.
"Saya dua kali tusukan linggis ke pipi kanan dan pelipis kiri korban," ujarnya.
Selanjutnya, Husen melakukan mutilasi kepada tubuh korban sebanyak empat bagian.
Bagian pertama kepala, kedua tangan, dan badan tanpa kepala, serta tangan.
"Saya potong menggunakan pisau dapur," ungkapnya.
Ketika dimutilasi, Husen mengaku bosnya itu masih bernapas karena masih terdengar suara ngorok atau suara terengah-engah.
Baca juga: Pengakuan Husen Pelaku Mutilasi Bos Galon Semarang: Beli Makan, Rokok, hingga Sewa PSK usai Membunuh
Potongan tubuh tersebut kemudian dibungkus ke dalam karung warna putih.
"Saya motong tubuh korban di ruang tengah," katanya.
Alasan Husen memilih mengecor tubuh korban di lorong toko karena jarang yang mengakses tempat tersebut.
Husen mengambil semen dan pasir di rumah korban di Perumahan Bukti Agung Nomor 2, Kelurahan Sumurboto, Kecamatan Banyumanik, yang berjarak sekira 3 kilometer dari lokasi kejadian.
Proses pengecoran dilakukan pada Sabtu (6/5/2023) sore. Lokasi korban dicor ditumpuk barang lainnya seperti bantal supaya tidak kelihatan.
"Bagian kepala dan lengan tidak ditanam, hanya cukup diberi semen dan pasir karena lubang selokan tidak cukup," papar Husen.
Setalah membunuh dan melakukan mutilasi kepada tubuh bosnya itu, Husen kemudian keluar dari toko dan menuju angkringan di sebelah toko.
"Saya minum di situ sampai pukul 04.00, saya sempat cerita ke penjual angkringan saya bunuh bos. Jumat (5/5/2023) saya masuk lagi, saya mulai eksekusi lagi," katanya.
(Tribunnews.com/Rifqah) (TribunJateng.com/Iwan Arifianto)