3) Pertukaran yang tak terlihat
Produsen bisa bertindak seolah-olah ramah lingkungan dan kebijakannya berkelanjutan, tetapi pada kenyataannya ada trade off yang berpotensi tidak ramah lingkungan yang sengaja disembunyikan.
Contohnya, gencarnya iklan AMDK yang mengklaim tidak menyampah, sementara publik tidak melihat langsung bagaimana sampah plastik produk tersebut bertebaran di tempat pembuangan akhir di darat, sungai dan pesisir.
4) Tidak memberikan informasi apa-apa
Kadang produk tidak memberikan informasi sepenuhnya mengenai kandungan berbahaya. Contohnya, produsen AMDK yang tidak memberikan informasi tentang kandungan kimiawi berbahaya pada produk dengan lengkap.
5) Klaim satu pihak
Ada pula produsen yang klaimnya jujur, tapi produknya tetap berbahaya pada manusia atau lingkungan. Contohnya, produsen yang menjual rokok organik atau sejenisnya.
Singkatnya, praktik Greenwashing dilakukan dengan mengklaim seolah-olah produk-produk suatu perusahaan ramah lingkungan. Padahal faktanya, produk mereka tidak bermanfaat sama sekali bagi lingkungan. Bahkan berbahaya bagi manusia kalau tersebar di lingkungan tanpa kontrol. Berdasarkan survei, tercatat 98 persen produk diiklankan berpotensi menyesatkan konsumen dengan klaim-klaim yang ada.
Praktik greenwashing ini bisa dilihat dari iklan-iklan AMDK yang bertaburan di platform media sosial. Industri AMDK dinilai gencar melakukan Greenwashing yang berpotensi mengaburkan persoalan riil sampah plastik.
Padahal, menurut Data Asosiasi Industri Plastik Indonesia (Inaplas) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa Indonesia menghasilkan 64 juta ton sampah per tahun, di mana sebanyak 5 persen, atau 3,2 juta ton, adalah sampah plastik. Dari 3,2 juta ton timbulan sampah plastik itu, produk air minum dalam kemasan (AMDK) bermerek menyumbang 226 ribu ton atau 7,06 persen.
Tercatat sebanyak 46 ribu ton atau 20,3 persen dari total timbulan sampah produk AMDK bermerek adalah sampah AMDK gelas plastik dan air minum dalam kemasan plastik berukuran di bawah 1 liter yang ikut mengotori lingkungan.
Menurut Ketua Asosiasi Pengusaha Sampah Indonesia (APSI) dan Anggota Dewan Pengarah dan Pertimbangan Persampahan Nasional Saut Marpaung, sampah AMDK kemasan kecil menjadi salah satu faktor yang berpengaruh menambah timbulan sampah lantaran tak memiliki nilai dalam industri daur ulang.
“Dalam operasional sehari- hari, kami bisa buktikan bahwa sampah kemasan kecil tak punya nilai bagi industri daur ulang. Makanya kemasan kecil inilah yang menjadi persoalan sampah sesungguhnya, yang berpotensi tercecer dan menambah timbulan sampah,” kata Saut.