TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Wamenkumham Denny Indrayana kini memuji Mahkamah Konstitusi (MK) yang memutuskan menolak gugatan terkait UU Pemilu.
Seperti diberitakan sebelumnya, MK memutuskan menolak gugatan soal UU Pemilu sehingga Pemilu 2024 tetap digelar dengan sistem proporsional terbuka atau coblos nama caleg.
Putusan MK itu artinya berbeda dengan rumor yang disebar Denny Indrayana. Lalu apa tanggapan Denny Indrayana?
"Alhamdulillah, atas putusan MK tersebut. Putusan yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka itu sesuai dengan harapan saya. Sudah pernah saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, saya justru berharap informasi yang saya sampaikan, bahwa MK akan memutuskan kembali penerapan sistem tertutup, berubah dan tidak menjadi kenyataan," kata Denny dalam keterangan tertulis, Kamis (15/6/2023).
Berikut pernyataan lengkap Denny Indrayana.
Kepada rekan media, izin, mohon rilis ini bisa dimuat utuh, agar tidak menimbulkan salah paham yang tidak perlu.
1. Pertama-tama dan utama saya ucapkan syukur alhamdulillah, atas putusan MK tersebut. Putusan yang tetap menerapkan sistem proporsional terbuka itu sesuai dengan harapan saya.
Baca juga: Akan Dilaporkan MK ke Organisasi Advokat, Ini Kata Denny Indrayana
Sudah pernah saya sampaikan dalam berbagai kesempatan, saya justru berharap informasi yang saya sampaikan, bahwa MK akan memutuskan kembali penerapan sistem tertutup, berubah dan tidak menjadi kenyataan.
2. Lebih jauh, Putusan MK yang menguatkan sistem proporsional terbuka tersebut adalah kemenangan daulat rakyat, karena survei INDIKATOR merekam 80 persen rakyat dan delapan partai di DPR juga menghendaki tetap diterapkannya sistem proporsional terbuka.
3. Kemenangan daulat rakyat hari ini melengkapi rekam jejak perjuangan saya dengan INTEGRITY Law Firm sebelumnya. Sudah menjadi komitmen kami untuk ikut memperjuangkan suara rakyat pemilih dan menjaga pemilu kita tetap jujur, adil, dan demokratis.
Misalnya, menjelang pemilu 2019, melalui Putusan 49/PUU-XVI/2018, kami berhasil mendorong putusan MK yang menyelamatkan jutaan suara rakyat.
Perjuangan lain kami untuk menghapus syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dengan beberapa tokoh masyarakat (M. Busyro Muqoddas dkk) di tahun 2019, dan tahun lalu melalui lembaga Dewan Perwakilan Daerah dan Partai Bulan Bintang, memang belum berhasil.
Tetapi, tidak menyurutkan langkah saya dan INTEGRITY untuk terus mengawal sistem pemilu kita untuk makin baik dan makin demokratis.
4. Tentang unggahan social media saya, yang mendapatkan liputan luas, saya berterima kasih kepada rekan-rekan jurnalis dan media massa.
Karena, dengan liputan pemberitaan yang meluas itu, mudah- mudahan berkontribusi menjadi pengawalan yang efektif, saat MK memutus lebih cermat dan hati-hati atas permohonan sistem pileg yang sangat strategis tersebut.
Wajib diapresiasi—dan kita harus fair tidak hanya mengkritisi saja, ini adalah salah satu putusan MK yang komprehensif, mudah dibaca alur dan konsistensi logikanya.
Satu-satunya argumen yang belum muncul dan menurut saya perlu mendapatkan penguatan adalah, bahwa soal sistem pemilu legislatif adalah open legal policy, yang merupakan kewenangan pembuat UU (Presiden, DPR, dan DPD) yang menentukannya, bukan kewenangan MK.
5. Soal MK yang menyikapi unggahan saya dengan berikirim surat kepada organisasi advokat adalah pilihan yang menarik dan bijak.
Apresiasi saya karena MK tidak memilih jalur pidana, menggunakan tangan paksa negara, yang artinya memberi ruang terhadap kebebasan berpendapat dan menyampaikan pikiran.
Tentu saya akan menyampaikan pandangan, bahwa apa yang saya lakukan sebenarnya adalah dalam peran saya selaku akademisi, Guru Besar Hukum Tata Negara, yang menurut UU Guru dan Dosen mempunyai kewajiban, “... menyebarluaskan gagasannya untuk mencerahkan masyarakat.”
Kalaupun akan dibawa ke persoalan etik profesi advokat, sudah saya sampaikan bahwa, untuk kondisi sistem penegakan hukum kita yang masih belum ideal, masih banyak praktik mafia hukum, maka kontrol publik justru diperlukan untuk mengawal kinerja hakim kita agar menghadirkan keadilan.
Salah satunya lewat kampanye publik (public campaign) dan kampanye media (media campaign), yang dalam kasus ini semoga terbukti efektif melahirkan keadilan dan menguatkan daulat rakyat.
MK Bakal Laporkan Denny Indrayana
Mahkamah Konstitusi (MK) bakal melaporkan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Denny Indrayana ke organisasi advokat tempatnya bernaung.
Hal itu disampaikan Hakim MK Saldi Isra sebagai respons atas pernyataan kebocoran putusan uji materi soal sistem pemilu yang mengungkapkan Denny Indrayana melalui akun Twitter pribadinya, @dennyindrayana.
"Kami Mahkamah Konstitusi, agar ini bisa jadi pembelajaran bagi kita semua, akan melaporkan Denny Indrayana ke organisasi advokat yang Denny Indrayana berada," tegas Saldi Isra dalam konferensi pers, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (15/6/2023.
Saldi mengatakan, laporan ke organisasi advokat terhadap Denny Indrayana tengah disiapkan oleh tim MK. Paling lambat, pekan depan laporan tersebut telah disampaikan oleh MK.
"Biar organ advokatnya yang menilai, apakah yang dilakukan Denny Indrayana itu melanggar nilai advokat atau tidak," kata Saldi Isra.
Selain itu, MK juga tengah mempertimbangkan untuk mengirimkan surat ke organisasi advokat di Australia. Sebab, Denny Indrayana juga terdaftar sebagai advokat di negeri kanguru itu.
"Kita juga sedang berpikir bersurat ke Australia karena beliau juga terdaftar sebagai advokat di sana," ucap Saldi Isra.
Kendati demikian, MK tidak akan melaporkan Denny Indrayana ke Polisi. Hal itu diputuskan setelah mendengar adanya pihak lain yang telah melaporkan eks Wamenkumham itu.
Namun, Saldi Isra menegaskan, MK siap kooperatif membantu aparat penegak hukum jika keteranban dari lembaganya diperlukan
"Memang ada diskusi perlu enggak kita melaporkan ke polisi, ke penegak hukum? Ya kami di MK mengambil sikap tidak sejauh itu," kata Hakim MK itu.
"Kita berharap kalau ini dianggap serius oleh polisi, laporan itu ditangani sesuai dengan prinsip-prinsip penegakan hukum yang objektif," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Saldi Isra menyatakan, putusan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menyoal sejumlah ketentuan, di antaranya Pasal 168 ayat (2) tentang sistem pemilu diputus oleh delapan hakim kontitusi.
MK turut membantah isu kebocoran yang disampaikan oleh Denny Indrayana pada 28 Mei. Terlebih, dalam cuitannya mantan Wamenkumham itu menyatakan putusan itu dengan posisi enam hakim setuju dan tiga hakim dissenting opinion.
"Dengan fakta sidang hari ini, kami perlu menjelaskan ini, bahwa pendapat itu merugikan kami secara institusi karena seolah-olah kami membahas itu dan itu bocor keluar dan diketahui pihak luar," kata Saldi Isra.
Pernyataan Denny pada bulan Mei soal telah adanya putusan pun dibantah oleh Saldi Isra. Sebab, ketika itu majelis hakim konstitusi belum melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) untuk menyusun putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Selain itu, lanjut dia, ketika RPH dilakukan pada 7 Juni lalu, hanya dihadiri oleh delapan hakim konstitusi. Sebab, satu hakim tengah dinas ke luar negeri.
"Putusan itu baru terjadi tanggal 7. Sebelum itu belum ada putusan. Ini sekaligus mengoreksi karena orang bilang putusan itu sudah sejak berbulan-bulan lalu. Kami ingin mengatakan tidak benar sejak cuitan itu ada," papar Saldi Isra.
"Kalau dalam unggahan itu, posisi hakimnya 6:3 tidak benarkan? posisi hakim hari ini itu ternyata 7:1, Jadi RPH mengambilan keputusan itu hanya diikuti delapan hakim konstitusi," jelasnya.