"Tembak ke udara, ke depan, ke haluan, buritan kapal, dia tetap tidak mau berhenti," kata Aan.
Kapal tersebut, kata dia, akhirnya bisa dihentikan di perairan yurisdiksi Malaysia setelah tujuh personel unit khusus dari APMM turun ke atas kapal dengan menggunakan helikopter.
Di atas kapal tersebut, kemudian personel Bakamla dan APMM berkoordinasi terkait kegiatan tersebut.
Personel APMM kemudian melakukan penyerahan kapal tersebut kepada personel Bakamla.
"Alhamdulillah hari Minggu (9/7/2023) menjelang malam sudah sampai Batam kapal ini dan sedang kita proses," kata Aan.
Bakamla, kata Aan, telah melakukan koordinasi dengan Menko Polhukam, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Luar Negeri, Kementerian Lingkungan Hidup, Imigrasi, TNI Angkatan Laut, dan kepolisian.
Hal tersebut dilakukan guna melihat kemungkinan adanya dugaan pelanggaran lain yang dilakukan oleh kapal tersebut.
"Tapi dugaan awal, kapal ini bisa kita amankan karena melakukan dumping, transhipment di ZEE kita," kata dia.
"Dan yang menarik di sini, ini sesuatu yang baru. Jadi kapal ini, karena masuk perairan kita wajib menghidupkan AIS. Tapi kapal ini menyalakan AIS tapi AIS-nya posisinya ada di Laut Merah. Tapi faktual kapalnya ada di ZEE kita. Jadi ini seperti melakukan penipuan, pengelabuan," sambung dia.
Kapal bernama MT Arman 114 tersebut, kata Aan, bermuatan bahan bakar sebesar 272 ribu matrik ton.
Muatan tersebut ditaksir senilai Rp4,6 triliun.
Kapal tersebut memiliki panjang 330 meter.
"Ada 29 orang (di atas kapal tersebut), penumpangnya ada istrinya nahkoda sama anaknya. Ini masih kita dalami. Sebagian besar Iran, sama Mesir. Ini makanya kita melibatkan imigrasi, Kementerian Luar Negeri, dan semua (instansi terkait)," sambung dia.