TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ombudsman RI memberikan waktu 30 hari kerja untuk Kepala Otorita IKN untuk melakukan tindakan korektif atas temuan 6 tindakan maladministrasi di daerah delineasi Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
"Kami memberikan waktu 30 hari kerja untuk melaksanakan tindakan korektif beserta dengan rencana-rencananya yang dimuat dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) tersebut," tegas Anggota Ombudsman RI, Dadan S Suharmawijaya dalam Konferensi Pers Penyampaian Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) di kantornya, Kamis (27/7/2023).
Diketahui Ombudsman RI menemukan setidaknya enam tindakan maladministrasi yang terjadi di daerah delineasi Ibu Kota Nusantara (IKN), Kalimantan Timur.
Hal ini disebabkan terbitnya Surat Edaran Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Nomor 3/SE-400.HR.02/II/2022 tanggal 14 Februari 2022, tentang Pembatasan dan Penerbitan dan
Pengalihan Hak Atas Tanah di Wilayah Ibu Kota Negara (IKN).
Baca juga: Ombudsman Temukan Enam Tindakan Maladministrasi di Wilayah IKN Nusantara, Apa Saja?
"Kita melihat ada silang regulasi yang tidak sama. Itu dari sana lah yang membuat adanya pelayanan yang terganggu di masyarakatnya," kata Dadan
Dikatakan Dadan, ombudsman mencatat pihak-pihak terlapor meliputi Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Kementerian ATR BPN, kantor kanwil BPN Kalimantan Timur.
Kemudian ada Kantor Pertanahan Kabupaten Kutai Kartanegara, kantor Pertanahan Kabupaten Penajam Paser Utara, Gubernur Provinsi Kalimantan Timur, Kepala Otorita IKN, Bupati Kutai Kartanegara dan Bupati Penajam Paser Utara.
Dadan mengatakan, berdasarkan hal tersebut pihaknya melakukan investigasi dengan mengunjungi 17 lokasi yang terdiri dari 2 Kantor Pertanahan, 6 Kecamatan, 4 Kelurahan Desa dan 5 OPD.
"Untuk memeriksa laporan-laporan tersebut kami Ombudsman melakukan investigasi ya di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara," jelasnya.
Berdasarkan hasil investigasi selama kurun waktu Juni 2022 sampai awal tahun 2023, lanjut Dadan, Ombudsman sendiri mendapati enam temuan maladministrasi.
Temuan pertama, layanan permohonan surat keterangan tanah dan pendaftaran tanah terhenti di desa dan di Kantor Pertanahan.
Kedua, terdapat lokasi yang tidak termasuk daerah delineasi IKN tetapi terdapat penghentian pelayanan, baik pendaftaran tanah dan layanan penerbitan surat keterangan penguasaan kepemilikan tanah.
Baca juga: PMII Temui Jokowi, Bahas Pemilu dan IKN
"Ketiga, kami memang ya mengidentifikasi surat edaran Direktorat Jenderal penetapan hak atas tanah, ini bertentangan dengan Peraturan Presiden nomor 65 karena adanya perluasan tadi perluasan penghentian
layanan," tutur dia.
Selanjutnya, temuan keempat adanya penghentian penerbitan surat keterangan penguasaan atau pemilikan tanah dan pendaftaran tanah pertama kali.