TRIBUNNEWS.COM, JAWA BARAT - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menjelaskan salah satu alasan kenapa proses pencoblosan di hari pemungutan suara nanti harus tetap menggunakan Kartu Tanda Penduduk elektronik (KTP-el), bukan Kartu Keluarga (KK).
Anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty menjelaskan ihwal KK yang tak punya foto citra diri dari pemiliknya. Sehingga, bisa saja KK yang hanya berupa Nomor Induk Kependudukan (NIK) disalahgunakan oleh orang lain.
"Hati-hati bagi Bawaslu, itu rawan. Kenapa? KK tidak ada fotonya. Lolly Suhenty datang, yang datang bisa saja Narda. Tapi dia bawa KK saya, apa jaminannya," kata Lolly kepada awak media di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (5/8/2023).
Atas hal ini Bawaslu kembali mengimbau Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI yang hingga saat ini memperbolehkan masyakarat nanti mencoblos menggunakan KK.
Apalagi Direktorat Jenderal (Ditjen) Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) juga telah berkomitmen dengan menyediakan 11 juta lebih blanko kosong KTP-el.
"Jadi bagi Bawaslu ini rawan. Sebaiknya KPU berhati-hati. Sudah ada komitmen baik dari Dukcapil, maka lakukan nih, jalani proses ini," tuturnya.
"KTP-el dijaminkan oleh Dukcapil ada, tersedia blangko cukup. Bahkan menyatakan mereka jauh leboh kuat loh. Teman-teman Dukcapil menyatakan mereka sudah menyiapkan perekaman cepat dalam waktu dekat," tambah Lolly.
Sebagai informasi, KPU RI menegaskan pemilih pemula yang baru berusia 17 tahun saat hari pemungutan suara masih bisa ikut mencoblos dengan menunjukkan NIK KK sebagai syarat.
Meski sebagimana diketahui, Bawaslu sudah menegaskan semua masyarakat yang menggunakan hak suaranya harus punya KTP-el.
Namun begitu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menjamin kecurangan atau manipulasi itu tak akan terjadi.
Baca juga: Ditjen Dukcapil Kemendagri Tambah 11 Juta stok blangko KTP-el untuk Pemilu 2024
"Ya sama-sama tetangga kan pasti tahu, ada NIK-nya kan, ada database-nya di data Kemendagri dan kita kan terkoneksi. kita ini kan prinsipnya harus saling percaya itu dulu," ujar Hasyim kepada awak media ditemui di kawasan Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (26/7/2023).
"Secara hukum kita harus berprasangka baik semua. Harus kita anggap benar, kecuali ada yang dapat membuktikan sebaliknya. Secara hukum kan gitu. Enggak boleh berprasangka negatif, kecuali ada pihak yang membuktikan sebaliknya," sambungnya.