Laporan wartawan Tribunnews, Ibriza Fasti Ifhami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara mengancam bakal melaporkan sembilan hakim konstitusi ke Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), jika mereka tetap memutus perkara batas usia capres-cawapres.
Hal ini disampaikan Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus, saat melayangkan somasi terhadap sembilan hakim konstitusi, di Gedung MKRI, Jakarta Pusat, Kamis (12/10/2023).
Untuk diketahui, MK telah menjadwalkan sidang pembacaan putusan perkara batas usia capres dan cawapres, pada Senin, 16 Oktober 2023 mendatang.
"Ya rencananya begitu. Jadi kalau tanggal 16 besok ini, minggu depan, hakim konstitusi itu tetap membacakan putusan, maka kita akan mengadukan ini kepada Mahkamah Kehormatan Hakim Konstitusi yang ada di sini," ucap Petrus, saat ditemui, Kamis ini.
Tak hanya itu, Petrus mengatakan, pihaknya juga akan membuat laporan pidana terhadap kesembilan hakim konstitusi.
Hal ini terkait isi somasi Perekat Nusantara, yang meminta sembilan hakim MK mundur dari putusan perkara batas usia capres-cawapres karena diduga telah melanggar Pasal 17 UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Di mana menurutnya, sembilan hakim konstitusi memiliki hubungan kepentingan dalam memutus perkara tersebut.
"Dan juga mungkin kita lapor pidana, karena dalam Pasal 17 UU Nomor 48/2009 itu, selain hakim yang melanggar itu diberi sanski administratif, dia dipidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Petrus.
"Nanti kita cari tahu mana yang dilanggar. Tetapi satu hal yang paling terpenting, kalau pun diputuskan, menurut UU putusan itu tidak sah, karena dua alasan tadi, ada kepentingan dan hubungan keluarga, sedarah antara pemohon dan hakim konstitusi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pergerakan Advokat (Perekat) Nusantara melayangkan somasi terhadap sembilan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), pada Kamis (12/10/2023).
"Hari ini Perekat Nusantara ingin menyatakan somasi kepada ketua MK dan 8 hakim konstitusi lainnya dalam kaitan dengan perkara uji materiil terhadap Pasal 169 (q) UU 7/2017 tentang Pemilu, yang menyangkut batas usia minimum dan maksimum calon presiden dan wakil presiden," kata Koordinator Perekat Nusantara Petrus Selestinus, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis ini.
Petrus menjelaskan alasan pihaknya melayangkan somasi terhadap sembilan hakim konstitusi.
Pertama, jelas Petrus, pihaknya menilai sembilan hakim konstitusi berada dalam kepentingan.
"Mereka memiliki kepentingan terkait dengan uji materiil terhadap batas minimum dan maksimum usia capres-cawapres, yang sama halnya juga dengan batas usia minimum dan usia pensiun hakim konstitusi ketia ia ingin menjadi hakim konstitusi," jelasnya.
Petrus mengatakan, jika setelah para hakim MK memutus perkaras batas usia capres-cawapres, bukan tidak mungkin akan muncul gugatan UU berkaitan dengan usia minimal dan maksimal untuk menjadi hakim konstitusi.
Terkait hal itu, ia mengkhawatirkan, nantinya sembilan hakim MK tersebut akan bisa mengubah aturan minimal dan maksimal usia untuk menjadi hakim konstitusi, sendiri.
"Kita melihat hakim konstitusi berkepentingan bahwa kalau besok dikabulkan tidak tertutup kemungkinan dalam beberapa hari kemudian akan ada mengajukan uji terhadap UU MK tentang batas usia minimum dan maksimum hakim MK," kata Petrus.
"Mereka bisa mengubah melalui proses yang sederhana dan pragmatis di sini, mungkin lebih mudah lagi, dan mungkin usia pensiun diperpanjang sampai 80 tahun, karena lebih sederhana di sini," sambungnya.
"Karena itu mereka masuk dalam konflik kepentingan. yang seharusnya 9 orang itu mundur dari perkara ini."
Tak hanya itu, Petrus mengatakan, dari tiga perkara soal batas usia capres-cawapres yang bakal diputus, pada Senin (16/10/2023) mendatang, terdapat pemohon yang berasal dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan perkara nomor 29/PUU-XXI/2023.
Petrus menaruh perhatian pada posisi pimpinan PSI yang saat ini dijabat oleh anak dari Presiden Jokowi sekaligus keponakan dari Ketua MK Anwar Usman, yakni Kaesang Pangarep.
"Ketua Umum PSI adalah Kaesang Pangarep. Dia adalah pemohon. Sedangkan Ketua MK adalah om (paman) nya sendiri. Hubungan keluarga sedarah yang dekat, atau dalam bahasa Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman hubungan semendah yang dekat sampai derajat ketiga," jelas Petrus.
"Karena hubungan itulah Ketua Mahkamah Konstitusi Bapak Anwar Usman harus mengundurkan diri juga. Karena selain dia berkepentingan nantinya besok-besok ada yang mengajukan permohonan uji materiil mengenai usia hakim konstitusi dan dia juga punya hubungan dekat (dengan Kaesang). Disini dia tidak bisa netral," tuturnya.
Sehingga menurutnya, berdasarkan Pasal 17 UU 48 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Kekuasaan Kehakiman, kesembilan hakim konstitusi tersebut tidak layak dan tidak boleh menerima dan menyidangkan perkara batas usia capres-cawapres.
"Sehingga menurut Pasal 17 UU Kekuasaan Kehakiman, sebagai salah satu pelaksana kekuasaan Mahkamah Konstitusi, dalam kekuasaan kehakiman 9 orang ini tidak layak dan tidak boleh menerima dan menyidangkan perkara ini," ucapnya.
Untuk diketahui, sembilan hakim tersebut, yakni Ketua MK Anwar Usman, kemudian Hakim Saldi Isra, Hakim Daniel Yusmic P Foekh, Hakim Wahiduddin Adams, Hakim Enny Nurbaningsih, Hakim M Guntur Hamzah, Hakim Arief Hidayat, Hakim Suhartoyo, dan Hakim Manahan MP Sitompul.
Sebagai informasi, MK telah menjadwalkan sidang pembacaan putusan perkara batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, pada Senin, 16 Oktober 2023 mendatang.
Adapun perkara yang akan diputus, di antaranya Nomor 29/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Dedek Prayudi, yang merupakan pihak Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Kedua, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Yohanna Murtika dan Ahmad Ridha Sabana.
Ketiga, Perkara 55/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Erman Safar dan Pandu Kesuma Dewangsa.
Keempat, Nomor Perkara 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru Re A.
Kelima, Perkara 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu Re A.
Keenam, Perkara 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung.
Terakhir, Perkara Nomor 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda.