Tribunnews.com sosok empat hakim MK yang menolak untuk mengabulkan perkara yang digadang-gadang merupakan "karpet merah" bagi putra sulung Jokowi, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka, untuk maju sebagai cawapres di Pilpres 2024.
Saldi Isra
Saldi Isra merupakan hakim yang diusulkan oleh Presiden.
Masa jabatannya adalah 11 April 2017 sampai dengan 11 April 2032. Guru Besar Hukum Tata Negara ini dilantik Jokowi untuk menggantikan hakim Patrialis Akbar.
Masih dikutip dari laman situs resmi MK, pria kelahiran 20 Agustus 1968 tersebut berhasil menyisihkan dua nama calon hakim lainnya yang telah diserahkan kepada Jokowi oleh panitia seleksi (Pansel) Hakim MK pada 3 April 2017 lalu.
Dalam sidang putusan Senin kemarin Saldi saat membacakan dissenting opinion mengaku merasa merasa bingung. Sejak menjadi hakim konstitusi pada 2017 lalu, baru kali ini ia mengalami peristiwa aneh dan luar biasa proses pengambilan keputusan.
“Sejak menapakkan kaki sebagai hakim konstitusi di gedung mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini saya mengalami peristiwa aneh yang luar biasa dan dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar,” ujar Saldi di ruang sidang Gedung MK, Senin.
Wahiduddin Adams
Hakim yang akrab disapa Wahid ini masuk dalam periode keduanya menjadi hakim konstitusi. Periode pertamanya adalah 21 Maret 2014 sampai dengan 21 Maret 2019.
Kemudian ia dilantik lagi untuk periode keduanya pada 21 Maret 2019 lalu dan akan berakhir pada 17 Januari 2024.
Wahid merupakan hakim yang diusulkan oleh DPR. Sebelum menjadi hakim konstitusi, Wahid adalah seorang birokrat di Kementerian Hukum dan HAM, menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan dari 2010 hingga 2014.
Dalam perkara pengujian pasal kesusilaan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Wahid adalah salah satu dari empat hakim (bersama Aswanto, Anwar Usman, dan Arief Hidayat) yang berpandangan bahwa pasal 28J ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan jati diri konstitusional sebagai sebuah "konstitusi yang berketuhanan", sehingga permohonan untuk memperluas penafsiran pasal kesusilaan di KUHP harus diterima.
Arief Hidayat
Sama seperti Wahid. Arief juga merupakan hakim rekomendasi DPR dan juga saat ini menjabat sebagai hakim konstitusi di periode keduanya.