Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung memastikan terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalur kereta api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023.
Saat ini, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) sedang berupaya mempercepat jalannya penyidikan kasus tersebut.
Baca juga: KPK Dinilai Jadi Aset Bangsa dalam Pemberantasan Korupsi di Indonesia
Percepatan penyidikan itu karena berpengaruh terhadap penggunaan jalur kereta api yang menghubungkan Provinsi Sumatra Utara dengan Aceh itu.
"Yang jalan kereta api itu, wah itu perlu segera diselesaikan. Karena enggak bisa dipakai tuh, maka harus bisa diselesaikan cepat," kata Jampidsus Kejaksaan Agung, Febrie Adriansyah, Selasa (24/10/2023).
Begitu ritme penyidikan dipercepat, maka nantinya jalur kereta yang memakan anggaran Rp 1,3 triliun itu dapat difungsikan kembali.
"Supaya nanti bisa difungsikan kembali bagaimana cara perbaikan," ujar Febrie.
Upaya percepatan penyidikan dilakukan dengan terus mengumpulkan alat bukti, termasuk dari keterangan saksi-saksi.
Teranyar, tim penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan.
Pemeriksaan terhadap keduanya dilakukan sepekan pasca-naiknya status perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Baca juga: Terdakwa Pastikan Uang Korupsi Tower BTS Rp 66 Miliar Diterima Seorang Pengusaha Nikel
"Saksi yang diperiksa yakni AAS selaku Pejabat Pembuat Komitmen Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Medan tahun 2017 sampai dengan 2023 dan RMY selaku Ketua POKJA Pembangunan Jalur Kereta Api Besitang-Langsa pada Balai Teknik Perkeretaapian Medan tahun 2017 sampai dengan 2023," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya.
Perkara ini diumumkan peningkatan statusnya menjadi penyidikan pada Selasa (3/10/2023).
Saat itu, Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus mengungkapkan bahwa modus pada kasus ini yaitu rekayasa proyek dengan memecah belah menjadi nilai yang lebih kecil.
Dengan nilai yang kecil itu, maka proyek tak mesti dilaksanakan melalui mekanisme lelang tender.