News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Diperiksa KPK Selama 6,5 Jam Kasus Eks Dirut Pertamina, Ahok Sebut Akan Terungkap di Pengadilan

Editor: Seno Tri Sulistiyono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Komisaris Utama PT Pertamina Basuki Tjahaja Purnama alias?Ahok meninggalkan gedung KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Selasa (7/11/2023). Ahok diperiksa KPK sebagai saksi dalam kasus korupsi liqurfied natural gas (LNG) Pertamina dengan tersangka mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan.?TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Thahaja Purnama atau Ahok.

Ahok diperiksa mulai pukul pukul 09.00 WIB. Dia kemudian selesai menjalani pemeriksaan pada pukul 15.35 WIB.

Selesai diperiksa Ahok yang mengenakan kemeja batik merah bata bercorak hitam dan kecoklatan mengatakan dirinya diperiksa terkait kasus yang melibatkan eks Dirut Pertamina, Karen Agustiawan.

Baca juga: Ahok Sebut KPK Banyak Usut Kasus Korupsi di Pertamina

"Urusan menjadi saksi buat ibu Karen," ujarnya di gedung KPK, Jakarta, Selasa(7/11).

Kendati demikian Ahok enggan menjelaskan lebih lanjut soal materi pemeriksaan oleh penyidik KPK.

"Nanti saja di pengadilan," kata Ahok.

Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Ahok diperiksa kapasitasnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan gas alam cair atau liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina tahun 2011-2021.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu bakalan melengkapi berkas perkara tersangka Galaila Karen Kardinah alias Karen Agustiawan, Direktur Utama PT Pertamina 2009-2014.

"Hari ini bertempat di Gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi Basuki Thahaja Purnama (Komisaris PT Pertamina)," kata Ali Fikri.

KPK menetapkan Dirut Pertamina 2009-2014 Karen Agustiawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan LNG di PT Pertamina (Persero) tahun 2011-2021.

Kasus bermula sekira tahun 2012, di mana PT Pertamina memiliki rencana untuk mengadakan LNG sebagai alternatif mengatasi terjadinya defisit gas di Indonesia.

Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, pengadaan LNG dimaksud diperuntukkan bagi kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), industri pupuk dan industri petrokimia
lainnya di Indonesia.

"Perkiraan defisit gas akan terjadi di Indonesia di kurun waktu 2009-2040 sehingga diperlukan pengadaan LNG untuk memenuhi kebutuhan PT PLN (Persero), industri pupuk dan industri petrokimia lainnya di Indonesia," kata Firli.

Dikatakan Firli, Karen yang diangkat sebagai Dirut Pertamina periode 2009-2014 kemudian mengeluarkan kebijakan untuk menjalin kerja sama dengan beberapa produsen dan supplier LNG yang ada di luar negeri, di antaranya perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC Amerika Serikat.

Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, lanjut Firli, Karen secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa
melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris Pertamina.

Selain itu, kata Firli, pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), dalam hal ini pemerintah, tidak dilakukan sama sekali.

Sehingga tindakan Karen tidak mendapatkan restu dan persetujuan dari pemerintah saat itu.

"Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," jelas Firli.

Atas kondisi oversupply tersebut, ujar Firli, berdampak nyata harus dijual dengan kondisi merugi di pasar internasional oleh PT Pertamina.

"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD 140 juta yang ekuivalen dengan Rp2,1 triliun," beber Firli.

Atas perbuatannya, Karen Agustiawan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Tribun Network/ham/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini