"Untuk tujuan menghentikan proses penegakan hukum terhadap proyek pembangunan BTS 4G tahun 2021-2022," kata Hakim Fahzal.
Sedangkan untuk Komisi I DPR, Majelis Hakim mengakui adanya penyerahan Rp 70 miliar melalui perantara bernama Nistra Yohan.
Sosok Nistra sendiri hingga kini masih diburu Kejaksaan Agung.
Menurut Hakim dalam pertimbangannya, uang Rp 70 miliar diterima Nistra Yohan dari kurir bernama Windi Purnama, kawan Anang Achmad Latif.
"Bahwa pada pertengahan 2022, bertempat di sebuah hotel Sentul Bogor, Windi Purnama menyerahkan uang kepada Nistra Yohan, staf ahli Anggota Komisi I DPR RI sebesar 70 miliar rupiah," kata Hakim Fahzal.
Sama seperti Dito Ariotedjo, uang ke Nistra juga diperuntukkan mengamankan proses pengakan hukum proyek BTS 4G BAKTI Kominfo.
"Dengan maksud untuk dapat menghentikan proses penegakan hukum dari proyek pembangunan BTS 4G tahun 2021-2022," katanya.
Untuk informasi, Dito Ariotedjo dan Nistra Yohan merupakan pihak penerima yang hingga kini belum ditetapkan tersangka leh Kejaksaan Agung.
Dalam perkara ini, seluruh pihak yang namanya muncul di persidangan menerima uang, sudah ditetapkan tersangka.
Aliran dana ke pihak-pihak tersebut juga dipertimbangkan oleh Majelis Hakim dalam putusan perkara ini.
Pertama, Majelis mengakui adanya aliran uang hingga Rp 10 miliar kepada eks Menkominfo, Johnny G Plate.
Kemudian dalam putusannya, Majelis mempertimbangkan adanya aliran uang ke Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui perantara bernama Sadikin Rusli.
"Bahwa pada pertengahan tahun 2022 bertempat di Grand Hyatt Jakarta, Windi Purnama menyerahkan uang kepada Sadikin sebesar 40 miliar rupiah," kata Hakim Fahzal.
Lalu ada uang Rp 15 miliar kepada pengusaha Edward Hutahaean yang belakangan diketahui merupakan makelar kasus.