Seharusnya, lanjut Surya, perumusan kebijakan atau undang-undang terkait eksistensi kota Jakarta semestinya dilaksanakan penuh hikmat dan kebijaksanaan, tidak dengan muslihat.
"Bukan rumusan yang penuh muslihat dan potensial mendatangkan syak wasangka dalam kehidupan demokrasi kita," ujar Surya Paloh.
Baca juga: Daftar Ketua Umum Parpol yang Tak Hadiri Undian Nomor Urut Capres, ke Mana Surya Paloh & AHY?
PKS Menolak
Penolakan juga disampaikan oleh PKS terkait dengan RUU DKJ ini.
Menurut juru bicara PKS Muhammad Iqbal menilai, penunjukan gubernur dan wakil gubernur oleh presiden berpotensi menjadi ajang kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN).
Menurutnya, usulan itu tentu saja menjadi sebuah kemunduran bagi demokrasi.
Iqbal menyebut, jumlah penduduk Jakarta yang mencapai 12 juta jiwa dengan APBD hampir Rp 80 triliun harus dipimpin orang berkompeten dan memiliki legitimasi rakyat.
“Bisa saja suatu saat presiden atau partai pemenang menunjuk keluarga, kerabat atau orang yang tidak memiliki kompetensi memimpin dan ini adalah sebuah celah terjadinya KKN yang melawan amanat reformasi," kata Iqbal, Rabu (6/12/2023).
Apalagi, lanjut menegaskan, RUU DKJ dibuat secara terburu-buru tanpa kajian yang mendalam.
Ia menilai, draft RUU DKJ berpotensi merugikan warga Jakarta dan menurunkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Sehingga PKS sejak awal menolak undang-undang (UU) Ibu Kota Nusantara (IKN).
"PKS sejak awal menolak undang-undang IKN, sejak awal konsisten agar Ibu kota tetap di Jakarta dan gubernur serta wakilnya harus dipilih oleh rakyat. Bukan ditunjuk presiden," ucap Iqbal.
Baca juga: Draf RUU DKJ: Gubernur Ditunjuk Presiden, Walkot/Bupati Dipilih Gubernur Tanpa Pertimbangan DPRD
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani/Reza Deni/Milani Resti Dilanggi/Chaerul Umam/Fersianus Waku)