Namun nyatanya, KPK tidak kunjung melimpahkan berkas perkara Harun Masiku dan dianggap oleh MAKI sebagai penghentian penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum.
"Bahwa tindakan Termohon yang tidak melimpahkan berkas penyidikan perkara Harun Masiku ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon, adalah bentuk penghentian penyidikan secara tidak sah dan melawan hukum atas perkara suap yang dilakukan oleh Harun Masiku, yang mengakibatkan proses hukum menjadi mengambang dan tidak dapat dituntaskan selama bertahun-tahun, oleh karenanya Pemohon meminta agar penghentian penyidikan yang dilakukan oleh Termohon haruslah dinyatakan tidak sah dan melawan hukum," demikian permohonan dari MAKI.
Adapun petitum dari MAKI yaitu:
- Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya;
- Menyatakan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan berwenang memeriksa dan memutus permohonan Pemeriksaan Pra Peradilan atas perkara a quo;
- Menyatakan Pemohon sah dan berdasar hukum sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk mengajukan permohonan praperadilan atas perkara a quo;
- Menyatakan secara hukum TERMOHON telah melakukan penghentian penyidikan secara tidak sah dengan tidak melimpahkan berkas perkara penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon;
- Memerintahkan TERMOHON untuk melimpahkan berkas perkara penyidikan Harun Masiku dalam kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) DPR RI periode 2019-2024, kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Termohon, untuk segera dilakukan sidang in absentia ;
- Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara.
Lebih lanjut, Boyamin mengatakan gugatan praperadilan ini demi mencegah kasus korupsi Harun Masuki dijadikan komoditas politik dalam Pemilu 2024.
Sehingga, dia berharap hakim mengabulkan gugatan pra peradilannya agar KPK segera menindaklanjuti kasus ini dan segera digelar sidang in absentia.
"KPK harus menuntaskan perkaara ini untuk mencegah perjkara ini dijadikan gorengan politik untuk saling sandera atau serangan lawan politik."
"Dengan berlarut-larutnya perkara ini maka akan selalu didaur ulang untuk kepentingan politik," ujarnya kepada Tribunnews.com.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)