Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi III, Ahmad Sahroni sempat dibanding-bandingkan dengan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo dalam persidangan kasus pencemaran nama baik yang menyeret selebgram Adam Deni sebagai terdakwa.
Dalam persidangan itu, penasihat hukum Adam Deni mempertanyakan sikap Sahroni yang tak legowo seperti Jokowi kerap difitnah oleh masyarakat.
"Sepengetahuan kami, Bapak Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo sering dihina atau dihujat, difitnah oleh masyarakat atau siapapun itu," ujar penasihat hukum Adam Deni, Herman Dikson dalam persidangan Selasa (5/3/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurut penasihat hukum, Sahroni yang juga pejabat negara mesti mengikuti sikap Jokowi dalam menghadapi masyarakat.
"Kenapa saudara saksi tidak bisa mengikuti atau menjadikan panutanlah apa yang Bapak Presiden lakukan?"
Namun Sahroni menegaskan bahwa dirinya berbeda dengan Jokowi. Terlebih dalam jabatan yang diemban.
Katanya jika dia menjabat Presiden RI, maka dia juga akan mengikuti Jokowi untuk tidak melaporkan semua pihak yang memfitnahnya.
"Jokowi, Presiden. Saya Wakil Ketua Komisi III DPR. Dia namanya Jokowi, saya Ahmad Sahroni. Kecuali saya presiden, saya enggak akan laporin. Tapi karena saya Ahmad Sahroni, saya akan laporin," kata Sahroni.
Di persidangan kali ini, Sahroni juga mengungkapkan bahwa pernyataan selebgram Adam Deni mengenai dirinya mengatur hukum dengan uang Rp 30 miliar sebagai fitnah dan menyerang kehormatannya.
"Menurut saksi, mana kata-kata kata yang menghina yang menyerang kehormatan saksi?" tanya jaksa penuntut umum kepada Sahroni yang duduk di kursi saksi.
"Tentang masalah ngatur-ngatur penegakan hukum dengan nilai Rp 30 miliar tadi," kata Sahroni.
Dalam perkara hukum Adam Deni yang terdahulu, Sahroni mengklaim tak pernah menemui aparat penegak hukum untuk pengurusan kasus.
Dia mengklaim tak pernah menggelontorkan uang untuk perkara tersebut.
"Pernah keluarkan uang Rp 30 miliar?" kata jaksa.
"Enggak pernah, seperak saja enggak pernah keluarin duit," ujar Sahroni.
Sebagai informasi, dalam perkara ini Adam Deni didakwa atas pernyataannya mengenai upaya pembungkamannya, di mana Sahroni disebut-sebut sampai menggelontorkan Rp 30 miliar.
Pernyataan itu disampaikan sebelum dia menghadapi putusan perkara lain pada Juni 2022 lalu.
"Di mana pada saat perjalanan ke ruang sidang saksi (Ni Made Dwita Anggari) selalu ada dibelakang saudara Adam Deni Gearaka kemudian berhenti untuk wawancara dihadapan orang banyak termasuk para wartawan membuat pernyataan," ujar jaksa penuntut umum (JPU) saat membacakan dakwaan dalam persidangan Selasa (20/2/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Berikut merupakan pernyataan yang membuat Adam Deni kembali dimeja hijaukan:
Pertama, karena kita sama-sama tahu saya sebelum ketangkep pun jauh-jauh hari saya tahu bahwa Ahmad Sahroni ingin mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI.
Makanya kita lihat nanti bagaimana hakim memvonis saya.
Semoga sih pengadilan tidak mengambil risiko yang berat karena nanti Ahmad Sahroni lepas dari Komisi III.
Saya mikirnya gini loh: harga untuk seorang Adam Deni ditahan sangat mahal. Bisa lebih dari 30 miliar, karena apa? Penangkapan saya cepat, P21 saya juga cepat, tuntutan saya tinggi. Habis berapa puluh miliar saudara AS untuk membungkam saya.
Imbas dari pernyataan itu, Ahmad Sahroni merasa dirugikan dan membuat laporan ke polisi.
Dari laporan itu, polisi kemudian meminta klarifikasi dari Adam Deni dan terungkap bahwa pernyataan demikian terlontar tanpa bukti.
Menurut jaksa penuntut umum pernyataan yang tidak dapat dibuktikan tersebut termasuk menista di hadapan publik.
"Bahwa Tindakan terdakwa yang menyampaikan tuduhan-tuduhan berupa perkataan yang isinya tidak benar dan tidak dapat terdakwa buktikan adalah kejahatan menista di depan para Wartawan dan masyarakat pengunjung sidang dengan maksud agar hal ini menjadi terang supaya diketahui umum," kata jaksa dalam dakwaannya.
Atas perbuatannya, Adam Deni didakwa Pasal 311 Ayat (1) KUHPidana subsidair Pasal 310 Ayat (1) KUHPidana.