Namun, JATAM menilai bahwa pencabutan izin tambang itu tak sesuai dengan aturan.
Ia menyebut, Bahlil cenderung tebang pilih dan penuh traksaksional.
Yang mana menurut Melki, hal itu justru menguntungkan diri, kelompok, atau badan usaha lain.
Karena itulah, JATAM mendesak KPK untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
JATAM mengklaim pihaknya memiliki banyak informasi dan data.
Perkara ini bermula dari sebuah majalah nasional, Bahlil disebut membandrol jatah Rp 25 miliar bagi para pengusaha yang ingin izin tambangnya kembali diaktifkan.
Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto mendorong KPK memeriksa Bahlil.
Dalam keterangan resminya, Mulyanto menyebut Bahlil diduga menyalahgunakan wewenangnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.
Ia diduga mencabut dan menerbitkan kembali izin usaha pertambangan (IUP) dan hak guna usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit dengan imbalan miliaran rupiah maupun penyertaan saham di tiap-tiap perusahaan.
Polemik pemberitaan tersebut, Tempo juga sudah dilaporkan oleh Bahlil ke Dewan Pers hingga akhirnya dikeluarkan rekomendasi.
Dalam surat rekomendasi tersebut, Dewan Pers memutuskan terjadi pelanggaran Pasal 1 Kode Etik Jurnalistik karena informasi yang tidak akurat. Surat tersebut juga merekomendasikan agar Teradu dapat melayani Hak Jawab disertai permintaan maaf.
“Teradu wajib melayani Hak Jawab dari Pengadu (Bahlil) secara proporsional, disertai permintaan maaf kepada Pengadu dan masyarakat pembaca, selambat-lambatnya pada edisi berikutnya setelah Hak Jawab diterima,” tulis Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu dalam surat tersebut, dikutip Senin (18/3/2024).
Baca juga: Polisi Ungkap Hasil Tes Poligraf Yudha Arfandi dalam Kasus Dante, Bohong soal CCTV hingga Kekerasan
Dalam surat tersebut Bahlil selaku Pengadu juga diminta memberikan Hak Jawab selambat-lambatnya tujuh hari kerja setelah surat dari Dewan Pers diterima dalam format ralat dengan prinsip-prinsip pemberitaan atau karya-karya jurnalistik, namun tidak boleh mengubah substansi atau makna Hak Jawab yang diajukan.
“Teradu wajib melaporkan bukti tindak lanjut PPR ini ke Dewan Pers selambat-lambatnya 3 x 24 jam setelah Hak Jawab dimuat. Apabila Pengadu tidak memberikan Hak Jawab dalam batas waktu, maka Teradu tidak wajib untuk memuat Hak Jawab,” ucapnya.
Jika Hak Jawab tak dilayani maka denda akan dikenakan sebagai sanksi sebesar Ro500 juta. Keputusan ini disebut bersifat final dan mengikat secara etik.