Alumni Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung ini pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Surabaya pada 2010 hingga 2011.
Kemudian pada April 2011, JAM-Pidum Fadil Zumhana, dimutasi menjadi Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus (Aspidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Jawa Barat.
Sementara posisinya sebagai Kajari Surabaya digantikan oleh Mukri.
Karier Fadil Zumhana semakin bersinar ketika dia dipromosikan menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Kalimantan Timur pada 2017 hingga 2018.
Diketahui dari beberapa sumber, Fadil Zumhana mengaku mendapatkan banyak tuduhan yang mengandung fitnah saat dirinya menjabat sebagai Kajati Kaltim tersebut.
Tuduhan yang dilayangkan seringkali berkaitan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani saat menjabat.
Menurutnya, hal itu adalah suatu hal yang wajar karena berususan dengan penjahat kelas kakap.
Baginya, apabila fitnah-fitnah itu terlalu dipikirkan maka hanya akan menjadi beban pikiran dan membuat pekerjaan jadi terasa berat. Ia tetap melaksanakan pekerjaan tanpa beban karena menurutnya ia tidak melakukan kesalahan.
Selama menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur, JAM-Pidum Fadil Zumhana, dikenal sebagai sosok pemimpin yang tegas, konsisten, dan berintegritas.
Bahkan ketegasannya itu membuatnya dianggap sebagai sosok pemimpin yang keras. Namun demikian, hal itu ia lakukan demi menempuh jalan kebaikan dalam dunia kejaksaan.
Baca juga: Profil Jampidum Fadil Zumhana, Pernah Tangani Kasus Ferdy Sambo
Karier JAM-Pidum Fadil Zumhana, semakin menanjak lagi saat ia menduduki posisi Sekretaris JAM PIDSUS Kejaksaan Agung RI.
Puncak karirnya ketika ia dilantik menjadi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) pada 2020 hingga saat ini.
Sebagai pejabat tinggi di Kejaksaan, Mantan Kepala Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur ini secara terus-menerus memberikan dorongan kepada staf dan jaksa bawahannya untuk menjauhi perilaku yang tidak pantas, terutama dalam menjalankan tugas sebagai penegak hukum.
Mereka harus memiliki keimanan yang kuat, kesabaran, dan ketekunan agar dapat menjalani tugas sebagai jaksa tanpa tergoda oleh praktek-praktek yang tidak etis, terutama dalam penanganan kasus yang melibatkan transaksi.