TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pada tanggal 20 Mei 2024, Presiden Joko Widodo(Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Iuran Tapera sebesar 3 persen yang ditanggung pekerja (2,5 persen) dan pemberi kerja (0,5 persen) mulai berlaku pada 2027.
Baca juga: Tolak Kebijakan Tapera, Buruh di Bandung Barat: Sangat Memberatkan Buruh
Menurut Presiden hal yang biasa apabila ada pro dan kontra pada setiap kebijakan yang baru diterbitkan pemerintah. Presiden mencontohkan kebijakan mengenai penerapan sistem jaminan kesehatan BPJS. Pada awal kebijakan tersebut diterapkan juga menuai pro dan kontra.
Untuk diketahui dalam Pasal 7 PP mengenai Tapera tersebut, jenis pekerja yang wajib menjadi peserta mencakup pekerja atau karyawan swasta, bukan hanya ASN, pegawai BUMN dan aparat TNI-Polri.
Alih-alih menolak, wakil rakyat di Senayan justru mendukung program tersebut. Anggota DPR menegaskan setiap kebijakan pemerintah punya tujuan yang positif, termasuk program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Namun, jika ada aspirasi masyarakat, pemerintah berkewajiban untuk mendengarkan.
Baca juga: Tapera: Tabungan Perumahan yang Bikin Galau Kaum Pekerja
Seperti yang dilontarkan oleh Anggota Komisi IX DPR Darul Siska. Ia mengatakan pemerintah mengeluarkan program Tapera supaya pada waktunya semua pegawai, semua orang yang sudah bekerja, bisa punya tempat tinggal. Rumah merupakan kebutuhan dasar. Dengan rumah layak, anak bisa tumbuh sehat.
“Intinya semua kebijakan yang dibuat oleh pemerintah itu adalah bertujuan untuk kebaikan,” kata Darul, Rabu(5/6/2024).
Sementara itu Anggota Komisi V DPR Sigit Sosiantomo menilai aturan baru mengenai Tapera bisa jadi salah satu solusi untuk mendorong masyarakat berpenghasilan rendah menabung agar bisa memiliki rumah pertama. Faktanya saat ini, masyarakat banyak yang kesulitan memiliki rumah.
“Backlog perumahan masih tinggi dan APBN tidak mampu membiayai semuanya. Kalaupun KPR, akan menjadi perjalanan panjang dan melelahkan. Karena itu diupayakan gotong-royong lewat Tapera untuk penyediaan rumah subsidi yang murah dan harganya terjangkau,” ujar Sigit.
Baca juga: BP Tapera Klaim Sudah Selesaikan Pembayaran 124.000 Pensiunan Senilai Rp 567,5 Miliar
Hal berbeda justru dikatakan Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron. Kata Politikus Partai Demokrat ini Tapera baik akan tetapi pemerintah harus mengkaji ulang tata caranya.
"Harus disediakan pada porsi yang tepat sehingga betul-betul masyarakat bisa (mendapatkan) rumahnya, tapi pada sisi lain tidak diberatkan dengan program Pemerintah yang sesungguhnya ini punya tujuan yang baik,” ujar Herman.
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menegaskan akan meningkatkan sosialisasi kebijakan Tapera agar masyarakat tak salah paham.
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker Indah Anggoro Putri mengatakan, upaya sosialisasi akan difokuskan melalui Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional, yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja/buruh, pengusaha, dan pemerintah.
"Dalam konteks penolakan, pemahaman masyarakat terhadap Tapera masih minim karena kurangnya sosialisasi yang efektif. Oleh karena itu, langkah-langkah pemerintah untuk memperkenalkan dan menyosialisasikan Tapera dianggap penting," kata Indah.
Baca juga: Kacamata Hukum Tribunnews 3 Juni 2024: Tapera, Bikin Sejahtera Pekerja atau Justru Sengsara?
Indah menekankan saat ini belum ada penerapan pemotongan upah untuk iuran Tapera. Kemnaker sedang merancang Permenaker mengenai mekanisme Tapera. Namun, belum ada kepastian terkait waktu penyelesaian peraturan tersebut, mengingat batas waktu pendaftaran peserta hingga 2027.