Pergantian pemimpin nasional itu, dia nyambung, connect. Anda berdua dan kita semua yakin, kita lihat, yang jadi presiden itu adalah Menteri Pertahanan yang beliau angkat. Jangan lupa lho, ini rival lho.
Pertama terjadi dalam sejarah dunia, bukan sejarah Indonesia. Pertama kali terjadi dalam sejarah dunia, ada rivalnya diminta dengan ketulusan hatinya menjadi Menteri Pertahanan, membantu beliau. Menteri Pertahanan itu, salah satu di antara tiga triumvirat.
Undang-undang dasar itu, tidak gampang. Jokowi begitu yakin dan percaya kepada Pak Prabowo, menjadikan beliau menjadi Menteri Pertahanan. Dan luar biasa Prabowo-nya, ini orang luar biasa, patriot, hebat.
Tahu betul-betul posisinya, pantas kalau beliau jadi presiden, pantas kalau mendapatkan dukungan 58 persen. Dia seorang jenderal, ada harta, gagah, berani, tapi luar biasa.
Berkali-kali kan kita lihat, ada karpet merah disiapkan, tapi dia tahu bahwa itu bukan untuk dia.
Dia tidak jalan di atas karpet merah. Dia tahu memposisikan diri, mana sebagai Menteri Pertahanan dan mana presiden. Kalau posisi inilah, maka kami itu tidak menggunakan istilah transisi.
Tapi sekarang ini adalah proses sinkronisasi, peralihan kekuasaan nasional. Karena Bapak Prabowo sehari-hari melihat cara memimpin Presiden Jokowi. Sehari-hari beliau bagaimana dia mengeluarkan instruksi.
Bagaimana dengan gaya solonya pas Pak Jokowi mengkomunikasikan. Biasanya Presiden Jokowi memanggil Pak Prabowo itu dengan Pak Menhan, Pak Prabowo. Sekarang Presiden menggunakan Mas Bowo.
Kapan itu peralihannya Bang?
Kemarin, sekitar sebulan lalu. Presiden sudah menyapa Pak Prabowo dengan Mas Bowo. Ini gaya orang Jawa.
Bukan gaya kita orang Timur ini. Bukan. Gaya orang Jawa.
Bagaimana mengangkat harta dan mertabat. Jokowi mengerti cara memposisikan Pak Prabowo itu sebagai Presiden tertinggi. Presiden mengutus Pak Prabowo bicara di forum-forum internasional.
Di luar negeri, di Timur Tengah, di Amerika, di Bali. Jadi, beliau berdua ini memang ditakdirkan Allah SWT. Menjadi pemimpin yang satu selesai, kemudian meneruskan.
Jadi, dari dulu dalam teori manajemen itu kan, pemimpin yang berhasil itu adalah pemimpin yang bisa menyiapkan pemimpin penggantinya yang lebih hebat dari dirinya. Dan itu Pak Jokowi sadar. Watak dan kepribadiannya Pak Prabowo luar biasa.
Bang Ngabalin, proses sinkronisasi ini, menurut Bang Ali yang ada di Istana, ada ga sih ganguan? Atau jangan-jangan Pak Jokowi jelang peralihan ini ada rencana untuk reshufle kembali?
Kalau saya lihat ya, insya Allah tidak ada. Insya Allah tidak ada. Karena begini, kecuali memang ada pergantian-pergantian umpama seperti Pak Bambang.
Definitifnya ya, tidak lama saya kira tidak lama. Tetapi memang diharapkan lebih cepat karena amanah yang tugas yang diperintahkan Pak Presiden ya.
Bahwa kalau akan segera mungkin reshufle atau pergantian atau pergeseran untuk 8 bulan ini lebih percepat atau 5-6 bulan ini, tentu saja itu hak prerogratif Presiden. Tidak ada hal yang mustahil.
Ya, jadi kita tunggu saja.
Saya nyambung nih omongannya Pak Ngabalin. Setelah Pak Jokowi selesai melaksanakan tugasnya sebagai Presiden ketujuh, dia akan pulang ke Solo. Dari kacamata Pak Ngabalin, sebagai seorang yang dekat dengan Pak Jokowi dan juga sebagai seorang politisi, apakah mungkin Pak Jokowi tidak ikut dalam dunia perpolitikan kita ke depan?
Kan memang mulanya ini, Bapak ini kan bukan, he’s not the politician. He’s the engineer. Beliau bukan seorang politisi.
Tapi beliau bisa dengan kepiawaiannya memainkan kemampuan leadership-nya, manajemennya, kemudian bisa mengkomunikasikan semua kepentingan, kan?
Jadi kalau Bang Dayat tanya sama saya, apakah mungkin? Oh, sangat mungkin. Sangat mungkin. Karena semua orang perlu dengan watak dan kepribadiannya Pak Jokowi.
Sepuluh tahun lho, memimpin Republik Indonesia dengan reputasi dunia, Pak.
Dan tidak ada hal yang mustahil kalau umpama nanti beliau menjadi ketua partai politik atau mungkin jadi ketua pembina partai politik atau mungkin menjadi penasehat atau mungkin aktif di politik di Jakarta. Tidak mustahil.
Karena Bang Dayat tanya pendapatku, maka saya bilang begitu. Tapi saya mau bilang bahwa dua kali saya ikut temui Presiden, dan dua kali saya benar kalau Bapak itu akan mengenahi diri segini, ya, segera kembali ke Solo, kembali lagi ke masyarakat. Karena kita hidup bernegara ini kan bukan hari ini.
Pak Jokowi masih sangat energi. Dan kita semua masih tentu mengharapkan dari kepiawayannya, dari kemampuan leadershipnya, manajemennya yang dia miliki, bagaimana mengkrit satu perkara.
Bang Ali lebih kurang 8 tahun 4 bulan ini sampai 20 Oktober bukan pengalaman yang singkat.
Ya, pagi, siang, sore, malam kita melihat perkara-perkara yang mungkin orang semua kayak mau kiamat ini Republik. Tapi dengan tenang, begitu kita ketemu Presiden, Presiden kasih tau duduk perkaranya begini, cara menutup. Wah, subhanallah.
Itulah kenapa kalau Dayat, Apfia, teman-teman melihat juga kayak Bang Ali bukan karena apa-apa, karena kita bergaul dengan orang hebat.
Saya bukan duduk dengar dari orang lain, saya duduk berhadapan dengan Jokowi bagaimana saya tidak, auranya tidak sampai, pasti sampai.
Bang Ali kan sama Pak Jokowi juga sudah cukup lama nih, hampir 8 tahun bareng. Nah ini ada panggilan khusus juga gak yang berubah ke Abang atau ada satu momen yang kayaknya?
Iya, beliau pasti sudah panggil saya sekarang Ustaz. Jokowi sudah panggil, gimana Ustaz?
Kenapa kok kayak geli?
Kan biasa panggil saya itu orang Jawa ya, jadi sebutan Bang B-A-N-G itu bang Ali, bang Ali, bang Ali, bagaimana?
Saya bapak, saya bapak. Sudah 2 kali, Ustaz, bagaimana?
Jadi, aduh Masya Allah ini sudah luar biasa, bangga juga saya. Ustaz, bagaimana? Siap bapak, jadi saya juga kadang bukan di masjid saja di Bogor, di istana juga pernah di masjid juga begitu.
Bagaimana Ustaz? Tidak bapak, baik saja. Dia selalu tanya saya toh, siapa tahu ada beliau tanya bagaimana Ustaz? Oh tidak bapak. Saya cuma datang mau pegang tangan bapak saja. Saya sering begitu datang ada bapak? ‘Pak, saya perlu pegang tangan saja saya pergi’ coba itu.
Karena saya merasa bahwa ‘ada aura yang harus harus saya dapatkan, harus punya keyakinan’ (mata Ngabalin berkaca-kaca).
Iya karena kan saya yang ngomong di publik, saya bicara ke seluruh rakyat Indonesia ke semua orang, saya habis ketemu Pak Jokowi, saya habis tanya tentang perkara ini ‘bapak bagaimana dulu perkara ini’ oke.
Saya pegang tangan, saya pegang tangan dan saya merinding. Lalu terima kasih pak. Tidak apa-apa cukup. (Mata Ngabalin Berkaca-kaca). Jadi saya ada rasa kita merasa bahwa aura pemimpin itu mengekat.
Saya juga ketemu Pak Prabowo dua kali di istana kalau Prabowo menyapa saya, bagaimana Sheikh? Panggil saya Sheikh, bagaimana Sheikh? Siap Presiden.
Biasanya tidak begitu, oh siap Mas Bowo.
Jadi kadang tidak perlu ngobrol sama Pak Jokowi cukup jabat tangan sudah jadi energi sendiri buat Bang Ali?
Iya, watak dan kepribadian pemimpin-pemimpin besar di dunia itu itu tidak pakai ngobrol pak. Dia menatap kita saja aura power itu.
Ini orang-orang yang punya kemampuan strong leader yang tidak terbantahkan. Kayak Prabowo berapa kali maju menjadi calon Presiden, maju menjadi calon Wakil Presiden. Saya pernah jadi juru bicaranya pada waktu Prabowo-Hatta, tidak gampang waktu itu kita menghadapi.
Berkali-kali tapi dia punya semangat kepentingan bangsa dan negara sebagai seorang pemimpin. Dia tidak pernah mundur. Dan hari ini beliau selalu disapa kosong delapan (08), Allah SWT menakdirkan beliau menjadi Presiden ke-8.
Coba anda bayangkan. Itulah yang menurut saya hebat kita punya orang-orang ini, saya kenapa cerita begini semangat ini karena saya ada dalam lingkungan itu, saya melihat bagaimana tata cara mereka dalam membuat keringkasannya, saya lihat mereka makan, saya lihat bagaimana Jokowi.
Makanya kalau ada hal-hal yang menurut saya tidak tepat orang memberikan penilaian kepada Presiden Jokowi atau belakang lain orang memberikan pemilaian kepada Pak Prabowo, karena kami hadapi kami ketemu dengan beliau ini, bicara, kita ngobrol kita melihat bagaimana kesederhanaannya l, bagaimana kepiawayaan mereka bergaul bercakap dengan kami-kami. Apa sih kita punya pangkat ini.
Emang tenaga ahli utama apa sih itu, tidak ada apa-apanya, tapi mereka bisa datang ngobrol dengan kita-kita ada bicara dengan Pak Prabowo itu suara luar biasa luar biasa.
Jadi orang setiap kita ini bisa terharu kita memiliki menurut saya ada sesuatu yang luar biasa dalam karakter diri, pada pempimpin Indonesia.
Jadi kita banggalah sebagai bangsa yang Tuhan Allah Mereka mentakdirkan, Tuhan pakai tangan-tangan mereka untuk mengurus rakyat ini.
Begitu juga Pak Jokowi, begitu juga Pak Prabowo, begitu juga Pak Rosan, Mas Gibran. Dalam usia muda, tapi cara membantah serangan orang juga saya lihat. Luar biasa potensinya, Mas Gibran.
Benar-benar, saya baru pertama kali melihat Bang Ali ini matanya berkaca-kaca. Bang, kok sekarang emosionalnya dalam bentuk apa ya, terharu gitu. Tapi kalau kita nonton, dalam setiap kesempatan itu Bang Ali itu kayaknya fight betul. Misalnya dengan lawan bicaranya, emosional. Itu kayaknya agak berbeda dengan sekarang?
Karena begini, saya ini kan bekas DPR RI. Saya aktivis tulen. Saya dari Universitas Indonesia. Dari State University. Saya sekolah. Saya mengerti.
Siapa yang temani saya bicara, saya tahu ini siapa. Bukan saya baru kenal sehari dua. Bahasa-bahasa emas yang keluar dari mulut mereka ini kan saya tahu ini siapa, ini makhluk.
Ngomongnya seperti orang malaikat, jatuh dari langit turun. Bahkan saya tahu ini orang sejak berpuluh-puluh tahun yang lalu. Dari kalau tiba-tiba kemudian ngomong yang keluar dari mulutnya hanya menghasut, mencaci maki. Mencederai perasaan orang. Oh saya gebukin. Saya gak main-main.
Kan kita anak timur, Pak. Kalau kita suka, suka, tidak suka, tidak suka. Kalau saya salah, saya bilang saya salah.
Emang orang di situ itu malaikat? Enggak, mereka manusia biasa. Jokowi itu manusia biasa. Prabowo itu manusia biasa.
Yang punya rasa. Mereka punya anak, mereka punya istri. Mereka punya keluarga.
Iya kan? Bagaimana perasaannya? Maka saya juga kalau diam, saya ada pernah berbuat salah? Tidak, saya tidak pernah. Saya berteriak terus. Terserah kau mau menilai saya dari sisi mana.
Yang pasti saya tidak pernah merampok, saya tidak pernah mencuri. Saya tidak pernah mencederai orang. Tapi kalau saya lihat cara-cara begini dalam menghadapi orang.
Kalau tidak segera dibantah, maka dia berbohong terus. Dan itu orang bisa terprovokasi. Kan saya bukan baru datang di Tanah Jawa, di Jakarta.
Saya sudah 33 tahun, bukan? Saya masuk di Universitas Indonesia. Saya pernah di RRI. Jadi saya mengerti ini, makhluk-makhluk ini semua. Kawan-kawan, sahabat. Tapi kalau di ruang publik, tidak boleh dibiarkan. Dia seenak perutnya bercerita.
Karena itu akan menyesatkan banyak orang. Dia mencederai orang, dia memfitnah. Dia menyebarkan berita bohong. Iya kan? Kawan-kawan, sekolahnya tinggi. Doktor, mungkin profesor. Tapi dia menghujat, dia mencacimaki.
Ada yang tidak profesor, tapi mengaku-ngaku di mana-mana. Profesor, doktor. Begitu maksud saya.
Sorbannya tidak lebih besar dari saya. Banyak hitam-hitam. Tapi kerjaannya menyebarkan berita bohong. Menghujat, mencaci maki. Menfitnah. Masa kita biarkan orang begitu? Sementara saya hari-hari bergaul sama orang-orang yang dia bohong itu, Yang dia fitnah, dia tuduh, dengan segala macam.
Tentu saja, tidak emosi, tidak marah. Tapi saya harus keras di situ. Begitu abangku.
Ngomongin Pak Jokowi mau habis. Kayaknya ada pertanyaannya, mungkin banyak juga orang nanyain. Ini kan lama ya Pak Jokowi, hampir 10 tahun. Terus Oktober dikit lagi, apakah udah mulai bungkusin barang? Atau digeser ke wakil? Karena nanti mau jadi wakil (Gibran)?
Ini bagus juga ini pertanyaan ini. Ini pertanyaan termasuk setengah mati saya jawabin. Hebat Apfia ini. Astagfirullahaladzim.
Yang pasti, Jokowi itu kan tidak tahu belanja. Saya dalam 1 bulan bisa 2-3 baju saya jahit. Jokowi tidak.
Jadi kalau Jokowi punya, gitu nggak ada. Tidak butuh banyak. Nggak ada.
Perhatikan jas yang dipakai Jokowi. Itu aja. Itu-itu aja. Pernah 1 waktu ada pelantikan apa, saya lihat. Kayaknya nggak disitu. Ada 1 staf disitu, saya bilang, eh. Kayaknya nggak disitu.
Saya lihat, kok ini juga. Jadi, Saya bahagia, sungguh. Sungguh-sungguh saya berasa bersyukur kepada Allah SWT. Siapa sih kita ini? Orang-orang yang kayak beliau-beliau. Coba anda lihat juga itu kayak Pak Prabowo.
Perasaanku pakaian itu aja dia pakai pakai. Satu model. Satu model itu.
Nggak ada macam-macam. Makanya saya selalu bilang bahwa, Alhamdulillah, dengan terpilihnya Prabowo Subianto menjadi Presiden Republik Indonesia ke-8 ini, urusan dengan dirinya sudah selesai. Jokowi dengan urusan dirinya sudah selesai.
Jadi mereka konsentrasi benar mengurus bangsa dan negara. Melayani rakyat itu.
Pertanyaannya Mbak Apfia tadi. Termasuk di Bogor atau di Jakarta? Di Jakarta nggak ada. Bogor juga nggak banyak.
Begitu juga Ibu. Nggak ada. Jadi tidak ada yang, kayak kita ini kalau mau pindah rumah minta ampun.
Kalau kayak Jokowi nggak deh. Tidak ada yang sangat.
Saya nyambung pertanyaan-pertanyaan ini Mbak Apfia. Kira-kira sekarang sepedanya Pak Jokowi tinggal berapa? Sudah habis dibagi-bagi atau gimana?
Ada sih, ada. Tapi nanti kalau pas acara, pokoknya kalau Presiden mau, ada kemungkinan begini, nanti staf pergi lagi, siapkan sepeda.
Soalnya dalam satu kesempatan, kalau Pak Jokowi ketemu masyarakat, sudah jarang dibagi-bagi sepeda. Jangan-jangan sudah habis?
Ah, kemarin ada. Kemarin ada. Dimana itu? Kemarin ada. Ada. Ada di anak sekolah. Kemudian ada guru. Hari guru. Ada Korpri. (Tribun Network/Yuda)