News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Tindak Pidana Perdagangan Orang

PBHI Soroti Aparat Penegak Hukum Belum Satu Perspektif soal Pemulihan Korban TPPO

Penulis: Ibriza Fasti Ifhami
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani.

"Kasus TPPO tidak boleh dipersamakan dengan kasus-kasus lain, seperti pembunuhan, atau apa segala macam," ucapnya.

Menurutnya, dalam menangani kasus TPPO, harus menggunakan perspektif, bahwa penindakan juga harus membayarkan seluruh kebutuhan korban.

Bahkan, soal mekanisme penganggaran itu, menurutnya, harus dicantumkan dalam proses hukum acara persidangan kasus TPPO. 

"Sepanjang hukum acara itu berjalan, tidak perlu menunggu kebijakan hukum apapun. Sudah by proccess, hak-hak korban itu harus dipenuhi," ucap Julius.

Sebelumnya, Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) menemukan dominasi perempuan dalam kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO), baik sebagai korban maupun pelaku.

Hal ini berdasarkan penelitian PBHI dengan sumber hukum doktrinal, termasuk regulatory impact analysis, melakukan studi putusan pengadilan, dan melakukan survei pengalaman advokat. Selain itu, penelitian dilakukan melalui pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual seperti hak asasi manusia (HAM), hak korban dan bagaimana proses penanganan kasus di pengadilan pidana.

Sekjen PBHI Gina Sabrina mengungkapkan, secara gender, 95 persen korban TPPO adalah perempuan. 

Data tersebut berdasarkan catatan Polri per 5 Juli 2023, di mana tercatat sebanyak 982 aduan dan jumlah 1.361 tersangka yang berhasil diungkap.

"Dari sini kita lihat karena perempuan secara hirarkis punya kondisi yang kebih rentan dibanding laki-laki," ucap Gina, dalam diskusi publik bertajuk 'Menuntut Hak Atas Pemulihan bagi Korban TPPO', di Jakarta Selatan, pada Rabu (3/7/2024).

Kemudian, secara latar belakang pendidikan, korban TPPO didominasi oleh masyarakat yang hanya mengenyam pendidikan hingga SD dan SMP.

Baca juga: Polri Tangkap 1 Buron Kasus TPPO Ferienjob ke Jerman di Italia

Lebih rinci, sebanyak 33 persen korban hanya mengenyam pendidikan hingga SD, 33 persen hanya sampai SMP, 11 persen hanya lulus SMA, dan 22 persen lainnya tidak menyelesaikan pendidikan.

"Kami simpulkan, bahwa mereka korban (TPPO) berasal dari kelompok miskin yang tidak mendapatkan perlindungan dan hidup di bawah standar layak," kata Gina.

"Jadi kondisi HAM mereka secara dasar sudah minus, karena pendidikan yang menjadi akses bagi pekerjaan layak, kehidupan layak itu sendiri tidak terpenuhi sejak awal," tambahnya.

Menurutnya, kerentanan-kerentanan dalam hal pemenuhan hak dasar tersebut yang menjadi faktor dalam rantai eksploitasi.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini