Pembicara ketiga, dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Muhamad Iksan, S.E., M.M. menekankan pentingnya memberi perhatian bagi dampak ekonomi dalam isu terkait ketegangan China dan Taiwan.
“Taiwan menguasai semi konduktor dan ekosistem di dalamnya,” tutur Iksan.
Dia juga berasumsi bahwa sangat mungkin salah satu motivasi China untuk menaklukan Taiwan adalah demi menguasai ekosistem semi konduktor itu.
Ketua Forum Sinologi Indonesia Johanes Herlijanto kembali menekankan pentingnya ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka.
Senada dengan Ratih, ia memuji pernyataan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi beberapa waktu lalu tentang perkembangan lintas Selat pada Agustus 2022, yang menyerukan semua pihak untuk menahan diri secara maksimal dan menahan diri dari tindakan provokatif.
Namun menurut Johanes, seruan seruan semacam itu, yang menentang penggunaan kekerasan militer dalam mengatasi persoalan antara China dan Taiwan, perlu untuk terus untuk suarakan secara lebih keras dan konsisten.
Dia juga berpandangan bahwa setiap negara ASEAN harus mendukung ASEAN dengan secara individual menunjukkan penolakannya yang tegas terhadap pihak mana pun yang cenderung meningkatkan ketegangan, terutama dengan melakukan manuver militer yang agresif.
“Jadi, baik ASEAN sebagai sebuah organisasi, maupun masing masing negara-negara ASEAN secara terpisah, perlu untuk secara konsisten menyuarakan penolakan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan isu antara China dan Taiwan,” pungkasanya.
Penolakan ini, seperti dijelaskan oleh Broto Wardoyo, sebenarnya sejalan dengan semangat Indonesia, yang pada 2005 menyatakan “dukungan pada reunifikasi damai China.”
CAPTION:
Seminar “Ketegangan Selat Taiwan: Reaksi Asia Tenggara dan Dampak bagi Indonesia” yang diselenggarakan Forum Sinologi Indonesia (FSI) dan Universitas Paramadina di kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Senin, 5 Agustus 2024.
One attachment • Scanned by Gmail