TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Transformasi menuju sistem Ekonomi Sirkular (Circular Economy/CE) adalah keharusan untuk menyelamatkan Indonesia dan dunia dari kerusakan lingkungan.
Tak hanya menguntungkan dari segi kelestarian, praktik ekonomi sirkular yang konsisten juga berpotensi meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) hingga lebih dari Rp 642 triliun dari berbagai sumber daya yang selama ini terbuang sia-sia.
Demikian benang merah yang bisa ditarik dari acara “Impact Talks on Stage” yang diselenggarakan oleh Socialimpact.ID pada Jumat, 2 Agustus 2024, di Kinoforum Asrul Sani, Lantai 4 Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Acara dikemas menarik dengan didahului momen nonton bareng (nobar) film mengenai ekonomi berkelanjutan.
Total 90 orang peserta yang terpilih kebanyakan berasal dari instansi/perusahaan, NGO, praktisi sustainability, universitas dan media.
Usai nobar, para peserta mengikuti sesi bincang santai yang menghadirkan para pembicara kompeten di bidang keberlanjutan.
Baca juga: Penerapan Ekonomi Sirkular Penting dalam Keseharian Demi Pembangunan yang Lebih Baik
Keduanya adalah Ketua Tim Penyusunan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular dan Sustainability Management Consultant, Maria Dian Nurani serta Head of Sustainable Environment Unilever Indonesia Foundation, Maya Tamimi.
Talkshow menjadi semakin hidup dengan bergabungnya Jalal, seorang penggemar film yang menyebut dirinya provokator keberlanjutan.
Founder dan Direktur Socialimpact.id, Rio Zakarias Widyandaru menjelaskan pihaknya sengaja mengemas acara ini dengan cara yang asyik dan sederhana demi membumikan pesan keberlanjutan.
“Tak sekadar memahami makna sustainability, kami berharap semakin banyak masyarakat yang benar-benar menjalankan hal sederhana dari keberlanjutan mulai dari diri sendiri, di komunitas, di pekerjaan dan kepada lingkungan,” tambahnya.
Menanggapi pernyataan Rio, seorang peserta Impact Talks on Stage yakni SM Community Development Center Angkasa Pura II, Agust Lubisk mengungkapkan pentingnya kontribusi bersama dalam menerapkan prinsip 9R pada kehidupan sehari-hari.
“Dengan demikian, kita bisa menjadi individu yang lebih bijaksana dalam menjaga keberlanjutan masa depan untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Baca juga: Lestari Moerdijat: Perlu Gerak Bersama Wujudkan Ekonomi Sirkular Cegah Dampak Fast Fashion
Kemudian peserta lainnya Direktur Eksekutif Forum TJSL Kementerian BUMN, Arimbhawa Yasa mencatat bahwa hasil dari Impact Talks on Stage kali ini sejalan dengan upaya menciptakan ekosistem ekonomi sirkular.
“Kegiatan yang dikemas secara kreatif ini harus kita dukung sebagai salah satu cara untuk menyosialisasikan perlunya pembentukan ekonomi sirkular yang berkelanjutan untuk generasi masa depan Indonesia,” ungkap Yasa.
Mengutip Circularity Gap Report, 2023, Maria Dian Nurani memaparkan kondisi bumi yang saat ini tidak baik-baik saja karena selama beberapa dekade yang telah lewat kita tidak menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan.
Sebanyak 70 persen Gas Rumah Kaca (GRK) global yang memanaskan iklim dunia sekarang, berasal dari aktivitas penanganan dan penggunaan material, termasuk ekstraksi sumber daya alam, pengolahan dan manufaktur, transportasi, serta penggunaan produk.
Dibandingkan kondisi tahun 1970, ekstraksi material di dunia ini telah meningkat lebih dari tiga kali lipat, dan menjadi lebih cepat 2 kali lipat dibandingkan tahun 2000.
Penggunaan material per kapita juga meningkat dari 7,4 ton/orang pada 1970 menjadi 12 ton/orang pada tahun 2023.
Baca juga: Bagaimana Ekonomi Sirkular Bisa Selamatkan Bumi?
Di dalam negeri, masih pemaparan Maria, konsumsi material domestik Indonesia mengalami peningkatan sebesar 36% pada tahun 2023 dibandingkan kondisi sepuluh tahun sebelumnya.
Konsumsi sumber daya tersebut umumnya belum memprioritaskan aspek keberlanjutan yang terdiri dari dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Diproyeksikan, timbunan sampah di Indonesia akan mencapai 82 juta ton/tahun pada 2045, dan tempat pembuangan akhir (TPA) diperkirakan akan kelebihan kapasitas pada 2028 atau bahkan lebih cepat lagi.
Kondisi itulah yang mendorong pemerintah Indonesia melalui Kementerian PPN/Bappenas meluncurkan Peta Jalan dan Rencana Aksi Ekonomi Sirkular Indonesia pada awal Juli lalu.
Peta jalan ini merupakan pencerminan langkah strategis nasional dalam mewujudkan komitmen yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Dokumen tersebut merupakan hasil kerja bersama antara pemerintah, pelaku usaha, asosiasi, dan mitra pembangunan setelah melalui rangkaian diskusi sejak tahun 2023.
Maria yang merupakan Ketua Tim Penyusunan Peta Jalan dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular 2023 mengatakan, penerapan ekonomi sirkular yang konsisten berpotensi meningkatkan produk domestik bruto (PDB) lebih dari Rp 642 triliun.
Peningkatan itu berasal dari sumber daya yang selama ini terbuang, kapasitas terbuang dan siklus hidup yang terbuang.
Dijelaskan, praktik Ekonomi Sirkular pada dasarnya memiliki tiga prinsip.
Pertama, melestarikan dan meningkatkan modal alam dengan mengontrol persediaan yang terbatas dan menyeimbangkan aliran sumber daya terbarukan.
Kedua, mengoptimalkan hasil sumber daya dengan sirkulasi produk, komponen, dan material terpakai pada tingkat tertinggi pemakaian di setiap waktu, baik dalam siklus teknis maupun biologis.
Dan terakhir, meningkatkan efektivitas sistem dengan mendesain sistem agar eksternalitas negatif hilang.
Di Indonesia, ekonomi sirkular diterapkan pada lima prioritas yaitu pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil.
Sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan ekonomi hijau, ekonomi sirkular mendorong penerapan 9R yakni refuse, rethink, reduce, reuse, repair, refurbish, remanufacture, repurpose, dan recycle yang mencakup intervensi di seluruh rantai nilai.
“Yang jelas, Circular Economy bukan sekadar daur ulang dan penanganan sampah. Di sana juga ada konsep efisiensi sumber daya baik yang terbarukan maupun tidak, pemanfaatan sumber daya, barang kapasitas dan daur hidup yang terbuang, serta digerakkan dalam sistem ekonomi yang melibatkan semua pihak,” ujarnya.