News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

PDIP Curhat tak Diberi Kesempatan Sampaikan Pendapat saat Rapat Panja Bahas RUU Pilkada

Penulis: Rizki Sandi Saputra
Editor: Dodi Esvandi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin saat mengikuti Rapat Kerja (Raker) dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (6/6/2023).

Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi PDIP TB Hasanuddin mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam rapat panitia kerja (panja) yang membahas Revisi UU no 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Kata Hasanuddin, sebelum setiap fraksi menyampaikan pendapat, pimpinan rapat kerap kali langsung menyetujui pembahasan.

"Jadi begini, tayangan yang tadi dipaparkan itu tidak diberi kesempatan kepada setiap fraksi menyampaikan pendapatnya, langsung digetok," kata TB Hasanuddin saat ditemui awak media di sela rapat panja RUU Pilkada, di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8/2024).

"Nah setelah itu tutup ya sudah kita masuk sekarang kepada tahap berikutnya timsin (tim sinkronisasi) ya sudah istirahat," sambung dia.

Padahal menurut TB Hasanuddin, banyak poin yang disetujui oleh pimpinan Baleg DPR RI itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi RI (MK).

"Lalu kami minta untuk diprint, setelah diprint itu ternyata justru bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi," kata dia.

Ia lantas membacakan poin-poin yang dianggap bertentangan dengan putusan MK tersebut.

Baca juga: Kata Anies soal Baleg DPR Rapat Bahas Putusan MK tentang Pilkada: Demokrasi di Persimpangan Krusial

Hasanuddin menaruh fokus pada perubahan pada poin (2) pasal 40 Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016.

"Kedua, ya dari pasal 40 itu nomor dua partai politik atau gabungan partai politik yang tidak, yang tidak memiliki kursi di DPRD dapat mendapatkan calon gubernur dan calon wakil gubernur dengan ketentuan provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10 persen," kata dia.

"Ini bertentangan dengan Keputusan MK, nah kalau keputusan MK itu adalah ya untuk semua kan ya, di sini hanya ditulis untuk yang tidak memiliki kursi, begitulah," sambungnya.

Dengan ketentuan itu, maka PDIP kemungkinan tidak akan bisa mengusung sendiri calon gubernur dan calon wakil gubernur di Pilkada Jakarta.

Padahal, pada keputusan gugatan MK kemarin, PDIP sejatinya bisa saja mengusung calon kepala daerahnya sendiri.

"Bagaimana sikap Fraksi PDI Perjuangan kami akan meneruskan perjuangan untuk tetap kita mendorong agar demokrasi di Indonesia tetap berjalan sesuai dengan aturan yang kesepakatan yang sudah Kita sepakati Kita akan taat azas kepada keputusan MK," tandas dia.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini