TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sikap Eks Menkopolhukam Mahfud MD mengakui penggunaan jet pribadi milik Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) patut diapresiasi. Sebab, Mahfud MD berani mengakui secara terbuka di hadapan publik.
“Sebab beliau berani mengakui terbuka di hadapan publik soal jet pribadi itu. Pertanda Mahfud punya kesadaran tinggi bagaimana hal-hal semacam ini bisa didiskusikan publik luas,” ujar Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah, Selasa(10/9/2024).
Sebelumnya, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi(MK), Mahfud MD menegaskan penggunaan jet pribadi milik Wakil Presiden Indonesia ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) ketika menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi bukan merupakan gratifikasi.
Ia bercerita pernah naik jet pribadi milik JK tersebut dengan tujuan Jakarta-Makassar saat masih menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Kala itu, Mahfud diundang untuk mengisi khutbah hari raya di Masjid Al Markaz, Makassar.
JK sebagai Ketua Pembina Masjid, kata Mahfud, mengantar dan menemani dirinya langsung dengan jet pribadi serta menyediakan kamar hotel.
Tak hanya saat itu, Mahfud kembali menggunakan jet pribadi milik JK saat acara Munas KAHMI di Palu pada November 2022. Tokoh-tokoh KAHMI disebut menyumbang sesuai pilihan, seperti gedung, catering, gala dinner, hotel, hingga transportasi.
"Atas usul Pak JK, saya ditugaskan berangkat dengan rombongan privat jet Pak JK. Ada juga Pak Anies di situ," kata Mahfud melalui akun Instagram resminya, Sabtu (7/9/2024) lalu.
"Ada yang nanya: apa itu bukan gratifikasi? Tentu bukan, sebab saya menerima undangan khutbah harus pergi dan menginap di Makassar tanpa harus mengeluarkan biaya negara," imbuhnya.
Baca juga: Soal Rencana Megawati dan Prabowo Bertemu, PDIP: Mereka Teman Baik
Namun, lanjut Herdiansyah, seharusnya sebagai hakim sekaligus ketua MK, Mahfud MD adalah penyelenggara negara yang tidak boleh menerima barang atau fasilitas dalam bentuk apapun.
“Sebagai hakim sekaligus ketua MK, Mahfud jelas adalah penyelenggara negara yang tidak boleh menerima barang atau jasa dalam bentuk apapun,” kata dia.
Hal itu lanjutnya merujuk pada Pasal 12B UU Tipikor yang mendefinisikan gratifikasi sebagai pemberikan dalam arti luas, termasuk tiket pesawat, apalagi jet pribadi yang diterimanya.
“Terlebih identitas jabatan Mahfud tidak bisa dipisah dengan pribadinya. Bisa saja orang beralasan pemberian itu tidak mempengaruhi jabatannya,” ujarnya.