Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana yang merupakan Anggota Pansel Capim KPK bertanya kepada Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan soal laporan transaksi keuangan yang masuk ke KPK.
Salah satu laporan yang terlewat ialah dugaan pemerasan yang terjadi di Program Penindakan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).
Awalnya, Ivan mengapresiasi langkah saling lapor yang diucapkan Pahala.
"Tapi faktanya laporan PPATK saja dicuekin banyak. Bapak paham kasus-kasus yang bubbling belakangan ini begitu kita cek laporannya sudah banyak di KPK," kata Ivan di Kemensesneg, Jakarta Pusat, Rabu (18/9/2024).
Ivan kemudian menyinggung kasus pemerasan yang menimpa mahasiswa PPDS Undip.
Menurut Ivan, kasus itu telah dilaporkan ke KPK.
"Lalu PPDS itu yang terjadi di Undip itu kami sudah lapor di tahun 2022, di kampus lain, sistemik. Menunggu bunuh diri dulu baru kita bereaksi gitu?" kata Ivan.
Pahala kemudian menjawab pertanyaan dari Ivan.
Dia mengatakan pihaknya selalu mengandalkan laporan PPATK sebagai salah satu pintu masuk dalam melakukan penelaahan dugaan korupsi.
"Saya ingat yang Alun, yang Andhi Pramono, Eko, itu datang dari PPATK dan sangat detail sehingga lebih gampang mendorongnya," terang Pahala.
Pahala tidak menjawab pertanyaan panelis soal laporan kasus pemerasan mahasiswa PPDS Undip yang telah diterima KPK.
"Jadi saya mesti mengakui, Pak, bukan periode ini saja, periode sebelumnya pun laporan PPATK selalu beredar kemana-mana. Udah sempat disebut satgasnya dan saya janji, Pak, kalau saya terpilih, laporan PPATK saya akan prioritaskan karena saya bilang itu setengah jadi," pungkas Pahala.
Sebelumnya, Dekan Fakuktas Kedokteran Universitas Diponegoro (FK UNDIP) YanIa membenarkan korban menyetorkan uang sebanyak puluhan juta rupiah tersebut.
Yan Wisnu menjelaskan, setiap mahasiswa PPDSUndip membayar iuran berkisar Rp 20 juta - Rp 40 juta.
Uang disetorkan setiap bulannya sejak semester 1.
Iuran dibayarkan selama 6 bulan pertama saat menempuh pendidikan PPDS.
Uang tersebut digunakan untuk berbagai keperluan.
"Uang digunakan untuk nyanyi, main sepakbola, bulutangkis, sewa mobil, sewa kos dan makan."
"Kebutuhan paling besar untuk biaya makan sampai dua pertiganya," kata Yan Wisnu.
Di Awal menjabat sebagai Dekan, Yan Wisnu sudah mengetahui iuran tersebut.
Oleh karenanya, dirinya sempat mengeluarkan surat edaran untuk membatasi besaran uang yang disetor.
Bahkan Yan Wisnu sempat bertemu dengan senior-senior dr Aulia Risma untuk membahas masalah ini.
Baca juga: Ketua Angkatan dan Bendahara PPDS Anestesi Undip Diperiksa, Total 34 Saksi Dimintai Keterangan
"Saya sudah berbicara dengan mereka yang meyakini secara rasional kenapa harus iuran."
"Namun, apapun alasan pembenaran mereka, publik akan menilai pungutan itu tidak tepat," tegasnya.