Juru bicara SHI Fauzan Arrasyid mengatakan tuntutan pertama adalah mendukung pimpinan MA dan Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) untuk mendorong perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah MA.
“12 tahun tidak mengalami perubahan dan penyesuaian. Tunjangan jabatan kami harus kami gunakan untuk biaya rumah, transportasi, kesehatan, anak, istri, orang tua kami,” ucap Fauzan.
Tunjangan jabatan untuk hakim nol tahun habis untuk memenuhi kebutuhan dasar. Oleh sebab itu, lanjut Fauzan, SHI mendorong pimpinan MA dan pemerintah untuk lebih memperhatikan kesejahteraan hakim agar tidak mengganggu kinerja.
“Bagaimana mungkin kami memeriksa saksi, menganalisis bukti-bukti dengan tenang, jika pikiran kami masih diganggu dengan hak-hak dasar yang hilang, digerus oleh inflasi?” imbuh Fauzan.
Kedua, SHI mendorong supaya Rancangan Undang-Undang (RUU) Jabatan Hakim kembali didiskusikan. Hal ini demi terciptanya pengawasan yang lebih kuat kepada hakim.
Ketiga, SHI ingin RUU Contempt of Court atau Penghinaan terhadap Pengadilan dapat segera diwujudkan. RUU ini berkaitan dengan jaminan terhadap keselamatan hakim karena, menurut Fauzan, banyak hakim yang mendapat tekanan.
Sedangkan tuntutan terakhir adalah pihaknya hendak peraturan pemerintah yang menjamin keamanan keluarga para hakim.
“Karena banyak sekali teman-teman kami di daerah kena intimidasi, baik secara langsung maupun tidak,” pungkasnya.
Foto: Hakim Pengadilan Agama Wangi-wangi, Sulawesi Tenggara Muhammad Rizky Fauzan di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta Pusat, Senin (8/10/2024). Tribunnes/Mario Sumampow