Yudi menilai temuan uang tunai hampir Rp 1 triliun serta emas batangan 51 kg di rumah Zarof akan menjadi tidak masuk akal apabila hanya sedikit orang yang terlibat.
Lebih-lebih penerimaan-penerimaan itu masuk ke kantong Zarof dalam kurun waktu 10 tahun ketika dia bekerja di MA.
"Apalagi jabatan Zarof sebelum pensiun juga bukan jabatan pengambil keputusan di MA, sehingga disinyalir hanyalah makelar atau perantara seperti kasus vonis bebas Ronald Tannur yang melibatkan 3 hakim dan 1 pengacara yang telah ditetapkan sebagai tersangka," katanya.
Untuk itu, Yudi berharap Kejaksaan Agung (Kejagung) bisa mengungkap kasus ini seterang-terangnya agar bisa mengungkap siapa saja yang terlibat mafia peradilan.
Baca juga: Mengintip Rumah Mewah Zarof Ricar di Senayan: Empat Lantai dan Tersambung ke Kediaman Sang Anak
Menurut dia, hal itu penting untuk bersih-bersih sistem peradilan agar mampu menegakkan hukum dan kebenaran dengan seadil-adilnya.
"Terbongkarnya kasus peradilan sampai tuntas tentu bisa terjadi jika Zarof Ricar mau membuka mulut dan berbicara sebenarnya. Sebab kasus mafia peradilan bukti paling konkrit adalah kesaksian, sebab mafia peradilan bermain sunyi, senyap, dan tertutup untuk meminimalisasi jejak," kata dia.
"Sehingga biasanya tersangka akan pasang badan dengan tutup mulut dan menolak tawaran menjadi justice collaborator," Yudi mengimbuhkan.
Yudi turut berharap MA bisa menjadikan kasus Zarof Ricar sebagai momentum bersih-bersih mafia peradilan. Terlebih saat ini pemerintah telah menaikkan gaji para hakim.
"Agar ketua MA menjadikan momentum. Ini untuk membersihkan MA maupun peradilan di bawahnya agar terhindar dari mafia peradilan," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Hassanudin Aco)
Artikel lain terkait Makelar Kasus di Mahkamah Agung