Ia menyebut, pembelian bijih timah dari 2015 sampai 2022 sebesar Rp26,649 triliun yang disebutkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai kerugian negara telah menjadi pendapatan perusahaan kurang lebih Rp50 triliun melalui penjualan logam timah.
"Kalau kita lihat dari seluruh perolehan bijih Timah dari 2015 sampai 2022, itu semua sudah diproduksi jadi logam. Logam itu sudah dijual dan pendapatannya itu kalau tidak salah 50 triliun," kata Riza.
Baca juga: Korupsi Timah, Harvey Moeis Sebut Dana CSR Ratusan Miliar Disimpan di Brankas dan Ludes Saat Pandemi
Sebagai informasi, berdasarkan surat dakwaan jaksa penuntut umum, kerugian keuangan negara akibat pengelolaan timah dalam kasus ini mencapai Rp 300 triliun.
Perhitungan itu didasarkan pada Laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara di kasus timah yang tertuang dalam Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 tertanggal 28 Mei.
Kerugian negara yang dimaksud jaksa, di antaranya meliputi kerugian atas kerja sama penyewaan alat hingga pembayaran bijih timah.
Tak hanya itu, jaksa juga mengungkapkan, kerugian negara yang mengakibatkan kerusakan lingkungan nilainya mencapai Rp 271 triliun. Hal itu sebagaimana hasil hitungan ahli lingkungan hidup.