"Kami mengklaim bahwa proses penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bersifat sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku."
"Terlebih lagi, tidak ada hasil audit yang menyatakan kerugian negara yang nyata akibat tindakan klien kami," tegasnya.
Keempat, penahanan Tom Lembong dianggap tidak berdasar dan tidak sah, karena tidak memenuhi syarat objektif dan subjektif penahanan.
"Tidak ada alasan yang cukup untuk mengkhawatirkan bahwa klien akan melarikan diri atau menghilangkan barang bukti," jelasnya.
Terakhir, Ari mengungkapkan bahwa tidak ada bukti perbuatan melawan hukum dalam kasus ini, seperti memperkaya diri sendiri atau orang lain.
"Selain tidak adanya hasil audit yang menyatakan kerugian negara, juga tidak ada bukti yang menunjukkan adanya perbuatan melawan hukum untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan/atau korporasi," katanya.
Dengan demikian, menurut Ari, penetapan tersangka Tom Lembong ini tak hanya cacat hukum saja.
Namun, bisa juga berpotensi merugikan reputasi Tom Lembong sendiri.
"Tanpa bukti yang jelas, penetapan tersangka ini tidak hanya cacat hukum, tetapi juga berpotensi merugikan reputasi klien kami," tandasnya.
Tanggapan Kejagung soal Praperadilan Tom Lembong
Sebelumnya, terkait praperadilan yang diajukan Tom Lembong, Kejagung tak mempermasalahkannya.
Kejagung pun mempersilahkan Tom Lembong mengajukannya, karena itu merupakan bagian dari hak tersangka.
"Ya silahkan karena itu hak dari tersangka," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar di Kejagung, Jakarta, Senin (4/11/2024).
Adapun, Tom Lembong diketahui telah menjalani pemeriksaan di Kejagung pada Jumat (1/11/2024) lalu, selama 10 jam lamanya.
Di sana, Tom Lembong diperiksa mengenai kasus dugaan korupsi yang menyeretnya tersebut.