Para Pemohon menyebut telah mengalami diskriminasi karena petugas Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil menolak agar kolom agama dalam KK maupun KTP dituliskan “tidak beragama”.
Menurut Para Pemohon, ketentuan yang diuji mewajibkannya untuk memeluk agama atau kepercayaan tertentu. Para Pemohon mengatakan isian kolom agama tidak bersifat isian terbuka melainkan pilihan tertutup yang memaksa.
Selain itu, Pemohon I juga mengaku mendapat penolakan untuk tidak mengikuti pendidikan agama dari petugas dinas pendidikan.
Pemohon I juga berkeinginan untuk menikah kembali, tetapi dirinya tidak mungkin memenuhi hak konstitusional dimaksud kecuali melakukan kebohongan mengaku sebagai penganut agama tertentu yang diakui.
Dipaksa Membuat Kebohongan Data
Sementara itu, Kuasa Hukum Raymond dan Indra, Teguh Sugiharto pun angkat bicara soal permohonan gugatan yang dilayangkan ke MK tersebut.
Teguh berpendapat landasan kedua kliennya itu mengajukan judicial review atas pasal-pasal dalam Undang-undang yang ada itu karena tak mau dipaksa berbohong atas data administrasi kependudukan padahal dalam keyakinan tak mempercayai akan agama apapun.
Baca juga: Pengobatan Agus Korban Penyiraman Air Keras Tak Ditanggung BPJS, Kini Berharap dari Donasi
Dia mencontohkan, apakah umat Islam tidak akan tersinggung jika seseorang yang memilih tidak mempunyai agama namun di KTP tertulis agama Islam. Sehingga, mereka ingin membuat agar kolom agama di KTP itu bisa ditulis tak beragama seperti apa yang diperjuangkan saat ini.
"Klien kami ini mengajukan judicial review, salah satunya adalah karena tidak ingin menghina agama, tidak ingin menggunakan agama untuk kepentingannya pribadi," jelasnya.
Selain itu, Teguh mengatakan tertulisnya agama dalam KTP itu juga rawan terhadap diskriminasi yang bisa berujung pada terancamnya keselamatan.
Dia kembali mencontohkan jika seseorang yang tertuliskan agama datang ke suatu tempat yang mayoritas agamanya berbeda dengan orang itu. Maka, bukan tidak mungkin akan adanya diskriminasi.
Untuk itu, Teguh meminta agar permohonan judicial review ini bukan menjadi suatu ajang untuk saling menyalahkan. Namun, hanya untuk memenuhi hak-hak konstitusional bagi setiap warga negara.