Menurutnya, dalam pasal 18 ayat selanjutnya Keppres itu menegaskan KADIN daerah atau Provinsi atau Anggota Luar Biasa bisa memohon untuk digelarnya Munaslub bila alasan limitatif tersebut di atas telah terpenuhi lebih dulu.
Selain itu, menurutnya pada aspek pokok hukumnya terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi supaya Munaslub tersebut sah.
"Oleh karena itu, melihat keadaan-keadaan itu maka FGD sudah melalui kajian ilmiahnya sudah menyimpulkan bahwa penyelenggaraan Munaslub (14 September 2024) tidak sah, hasilnya pun akan tidak sah," kata Hulman.
FGD tersebut, kata Hulman, menawarkan sejumlah solusi atas permasalahan tersebut di antaranya agar semua pihak tegak lurus dan menghormati aturan yang berlaku baik di dalam AD/ART maupun Perpres tersebut.
Selanjutnya, pemerintah harus bersikap netral, objektif serta tidak memihak siapapun dan menghindari kepentingan politik maupun kepentingan lain dalam mencari solusi terbaik.
"Hasil dari FGD ini, kesimpulan dan rekomendasi ini seperti tadi kami di awal menyampaikan di awal bahwa ini adalah pertanggungjawaban kami secara moral sebagai institusi pendidikan tinggi, kami akan menyampaikan ini kepada pemerintah, KADIN, dan bahkan kepada Presiden apa yang merupakan kajian ilmiah dari kami secara akademik," kata Hulman.
Pemerintah Tak Perlu Tunggu Pengadilan
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 18 ketua umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) provinsi mengajukan gugatan terhadap penyelenggaraan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Kadin Indonesia 2024 ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Penyelenggaraan Munaslub 2024 tersebut dinilai sebagai perbuatan melawan hukum karena melanggar Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 18/2022 tentang AD/ART Kadin Indonesia.
Terkait dengan gugatan yang sedang berlangsung tersebut, Dekan Fakultas Hukum UKI Hendri Jayadi memandang pemerintah tidak perlu menunggu putusan pengadilan untuk menentukan sikap dan langkah guna mengatasi persoalan dualisme kepemimpinan di KADIN.
Ia menjelaskan proses hukum tersebut boleh bergulir, akan tetapi bukan berarti pemerintah menunggu putusan hukum tersebut.
Karena prinsipnya, gugatan tersebut bersifat keperdataan yang substansinya ada pada perdamaian.
"Bahwa saat ini sudah bergulir gugatan, maka kita hormati proses hukum yang ada. Tetapi FGD ini sebetulnya lebih mendesak kepada pemerintah, untuk pemerintah mengambil sikap atau strategi untuk menyelesaikan ini," kata Hendri saat konferensi pers usai FGD tersebut.
Ia menjelaskan desakan tersebut didasarkan pada Undang-Undang nomor 1 tahun 1987 tentang KADIN khususnya pasal 11 yang secara tegas mengatur bahwa pemerintah memiliki fungsi pengawasan.