Ketentuan pidana dalam UU PDP itu masuk dalam Bab XIV Pasal 67 hingga Pasal 73.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus masih memiliki kekurangan.
“Muncul kemudian beberapa kritik dari lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada substansi RUU PRP terkait banyak kelemahan yang ada pada RUU PDP itu,” kata Lucius Karus beberapa waktu lalu.
Lucius Karus menyayangkan proses panjang UU PDP itu tidak diiringi partisipasi publik dalam pembentukannya.
Ditambah lagi dengan perdebatan lembaga otoritas UU PDP yang akhirnya berada di bawah presiden.
“Saya kira sejak saat itu DPR tidak pernah lagi coba menyodorkan ke publik draf akhir yang kemudian mereka sepakati antara DPR dengan pemerintah,” ucap Lucius Karus.
“Jadi wajar kemudian setelah disahkan, orang baru kemudian terbuka matanya, pasal-pasal yang kemudian masih kontroversial dalam RUU PDP,” tuturnya menambahkan.
Dia lantas menyoroti sejumlah aturan dalam UU PDP yang masih terlihat umum.
Menurutnya, hal itu menyalahi prinsip pembuatan Undang-Undang.
Padahal, kata dia, seharusnya Undang-Undang membuat aturan yang detail.
Dengan demikian, maka UU PDP ini terkesan hanya untuk sekadar menyerahkan pihak lain untuk membuat aturan turunan UU PDP ini.
“Jadi sia-sia banget akhirnya proses pembahasan sangat panjang dari 2016 sampai 2022, ketika ada begitu banyak pasal di dalamnya yang memerintahkan lanjutan penyusunan aturan itu di pemerintah,” ujarnya.
“Itu artinya sesungguhnya ini hanya semacam guidens doang di UU PDP. Jadi enggak penting banget kemudian RUU itu jika kemudian masih menunggu lebih banyak eksekusi di lapangannya itu pada Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” tambah Lucius.